Rasulullah SAW lahir pada Tahun Gajah yaitu tahun dimana pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah Habasyah yang tengah ingin merobohkan Ka’bah. Dengan kebesaran-Nya, Allah SWT menghentikan pasukan tersebut dengan mengirimkan burung-burung ababil untuk menjatuhkan batu-batu yang membawa wabah penyakit. Kejadian ini terdapat di Al-Quran, Surat Al Fil yang berarti pasukan gajah.
Di tahun inilah, Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah dan dibesarkan sebagai anak yatim karena Abdullah, ayah Nabi Muhammad, wafat sebelum Rasulullah SAW lahir. Beberapa tahun setelah menghabiskan waktu dengan ibunya, Aminah, Nabi Muhammad SAW kemudian dibesarkan oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib.
Sayangnya, umur kakeknya pun juga hanya sebentar. Setelah dua tahun dibesarkan oleh kakeknya, Abdul Mutholib meninggal pada umur Rasul yang kedelapan dan Nabi diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Abu Thalib dikenal dengan orang yang dermawan walaupun hidupnya fakir atau tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Hanya dengan keadaan tersebut, Nabi Muhammad SAW dapat berkembang dan tumbuh dengan pamannya.
Nabi Muhammad SAW Mendapatkan Wahyu Pertama
Sebelum menjadi seorang Rasul, Nabi Muhammad telah mendapatkan beberapa karunia istimewa dari Allah seperti wajahnya yang bersih dan bersinar yang mengalahkan sinar bulan, tumbuh suburnya daerah tempat Halimah (ibu yang menyusui Nabi) padahal tadinya gersang dan kering, dan lain sebagainya. Itulah tanda-tanda kebesaran Allah yang menandakan akan datangnya nabi yang terakhir yang memiliki kedudukan yang tertinggi nantinya.
Pada saat Rasul ingin mendapatkan wahyu pertamanya, Rasul mendapatkan sebuah mimpi Malaikat Jibril menghampirinya. Rasul pun menyendiri di Gua Hira tepatnya di sebelah atas Jabal Nur. Disitulah Rasul diperlihatkan bahwa mimpinya adalah benar.
Malaikat Jibril pun datang kepada Rasul dan turunlah wahyu yang pertama yang ia bawakan dari Allah SWT,
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq, 1-4)
Walaupun Nabi merasa ketakutan, disitulah kisal rasul dimulai. Disitulah tempat datangnya Nabi yang terakhir yang akan membawa kedamaian untuk seluruh umat.
Berdakwah secara Rahasia
Setelah mendapatkan wahyu yang pertama, Nabi kemudian melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Adapun orang-orang yang menjadi pengikut pertamanya adalah Khadijah, Abu Bakar Al-Shiddiq dan Zaid bin Haritsah, Ummu Aiman, Ali bin Abu Thalib, dan Bilal bin Rabah.
Allah Memerintahkan Dakwah secara Terang-terangan
Setelah beberapa tahun melakukan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah Allah SWT dalam surat al-hijr ayat 94 dan memerintahkan Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan.
Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
Perintah Berzakat di Zaman Rasulullah
Pada zaman Rasulullah SAW di tahun pertama di Madinah itu, Nabi dan para sahabatnya beserta segenap kaum muhajirin (orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah) masih dihadapkan kepada bagaimana menjalankan usaha penghidupan di tempat baru tersebut. Hal ini dikarenakan, selain memang tidak semua di antara mereka orang yang berkecukupan, kecuali Usman bin Affan, semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki juga ditinggal di Mekah.
Saat kondisi kaum Muslimin sudah mulai sejahtera, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah, barulah kewajiban zakat diberlakukan. Nabi Muhammad SAW langsung mengutus Mu’adz bin Jabal menjadi Qadli di Yaman. Rasul pun memberikan nasihat kepadanya supaya menyampaikan kepada ahli kitab beberapa hal, termasuk menyampaikan kewajiban zakat dengan ucapan,
“Sampaikan bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda mereka, yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka,” sebagai kepala negara saat itu, ucapan Rasul langsung ditaati oleh seluruh umat muslim tanpa ada perlawanan.
Harta benda yang dizakati di zaman Rasulullah SAW yakni, binatang ternak seperti kambing, sapi, unta, kemudian barang berharga seperti emas dan perak, selanjutnya tumbuh-tumbuhan seperti syair (jelai), gandum, anggur kering (kismis), serta kurma. Namun kemudian, berkembang jenisnya sejalan dengan sifat perkembangan pada harta atau sifat penerimaan untuk diperkembangkan pada harta itu sendiri, yang dinamakan “illat”. Berdasarkan “Illat” itulah ditetapkan hukum zakat.
Prinsip zakat yang diajarkan Rasulullah SAW adalah mengajarkan berbagi dan kepedulian, oleh sebab itu zakat harus mampu menumbuhkan rasa empati serta saling mendukung terhadap sesama muslim. Dengan kata lain, zakat harus mampu mengubah kehidupan masyarakat, khususnya umat muslim.
Peristiwa Isra Mi’raj
Pada tahun kesebelas era Nabi Muhammad SAW terjadi peristiwa yang menyedihkan. Tahun ini sering disebut dengan tahun kesedihan karena pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah wafat pada tahun tersebut.
Setelah peristiwa tersebut, Allah kemudian mengutus Malaikat Jibril untuk mendampingi Rasul dalam melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang disebut dengan Isra yang dimana setelah itu Rasulullah melakukan perjalanan kembali dari Masjidil Aqsa ke langit ke tujuh yang disebut sebagai Mi’raj. Disitulah, Rasulullah mendapatkan perintah salah 5 waktu yang wajib seluruh umat Islam.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Pada saat sahabat Abu Bakar sedang tidak di Madinah, terjadi sebuah peristiwa yang sangat menyedihkan dimana Nabi Muhammad SAW wafat. Pada saat Abu Bakar diberitahu, beliau segera datang ke rumah Aisyah. Beliau mengucapkan pidato, “Ketahulah, barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad kin telah mati, dan barangsiapa menyembag Allah, maka sesungguhnya Allah tetap senantiapa hidup tidak aka perna mati.”
Kemudian beliau membacakan firman Allah SWT,
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az-Zumar: 30)
Itulah ringkasan kisah rasul yang seharusnya kita ketahui, terutama kita sebagai umat muslim. Semoga dengan mengetahui Rasulullah SAW ini kita dapat belajar lagi dan menjadikannya sebagai pedoman hidup kita.
Setelah membahas tentang keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq, kiranya perlu juga kita membahas tentang kemuliaan Umar bin Khattab. Ia adalah seorang khalifah yang sangat terkenal, perjalanan hidupnya adalah teladan yang diikuti, dan kepemimpinannya adalah sesuatu yang diimpikan. Banyak orang saat ini memimpikan, kiranya Umar hidup di zaman ini dan memimpin umat yang tengah kehilangan jati diri.
Ada beberapa gelintir orang yang tidak menyukai khalifah yang mulia ini, mereka mengatakan al-Faruq telah mencuri haknya Ali. Menurut mereka, Ali bin Abi Thalib lebih layak dan lebih pantas dibanding Umar untuk menjadi khalifah pengganti Nabi. Berangkat dari klaim tersebut, mulailah mereka melucuti kemuliaan dan keutamaan Umar. Mereka buat berita-berita palsu demi rusaknya citra amirul mukminin Umar bin Khattab. Mereka puja orang yang memusuhinya dan pembunuhnya pun digelari pahlawan bangsa.
Berikut ini kami cuplikkan kabar-kabar ilahi yang bercerita tentang keutamaan, kemuliaan, dan kedudukan Umar bin Khattab, karena seperti itulah ia layak untuk diceritakan.
Nasab dan Ciri Fisiknya
Ia adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luai, Abu Hafsh al-Adawi. Ia dijuluki al-Faruq.
Ibunya bernama Hantamah binti Hisyam bin al-Mughirah. Ibunya adalah saudari tua dari Abu Jahal bin Hisyam.
Ia adalah seseorang yang berperawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, selalu bekerja dengan kedua tangannya, matanya hitam, dan kulitnya kuning. Ada pula yang mengatakan kulitnya putih hingga kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat. Selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambutnya dengan inai (daun pacar) (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324).
Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”
Keistimewaan dan Keutamaannya
– Umar adalah Penduduk Surga Yang Berjalan di Muka Bumi
Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
Subhanallah! Kala Umar masih hidup di dunia bersama Rasulullah dan para sahabatnya, namun istana untuknya telah disiapkan di tanah surga.
– Mulianya Islam dengan Perantara Umar
Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Beliau bersabda,
“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’alamengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam.”
– Kesaksian Ali bin Abi Thalib Tentang Umar bin al-Khattab
Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan –ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut-. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar).
Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku berangkat bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.”
– Umar adalah Seorang yang Mendapat Ilham
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”
Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”
– Wibawa Umar
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)
Demikianlah di antara keutamaan Umar bin al-Khattab yang secara langsung diucapkan dan dilegitimasi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah meridhai Umar bin al-Khattab.
Tahun baru Hijriyah tahun ini bisa disebut istimewa karena angkanya, yaitu 1440. Tahun baru Hijriyah akan jatuh pada hari Selasa Wage, 11 September 2018. Perhitungannya: ijtimak atau konjungsi Matahari dan Bulan terjadi pada Senin (10/9) pukul 01:44:16 dini hari.
Diperkirakan tinggi hilal (bulan muda) pada saat Matahari terbenam Senin itu sudah mencapai 8 derajat, 7 menit, 52 detik. Artinya, usia bulan telah mencapai 16 jam, 15 menit, 44 detik.
Karena ketinggian hilal mencapai 8 derajat lebih maka dipastikan keesokan harinya, atau Selasa 11 September, menjadi bulan baru Hijriyah. Kebetulan bulan baru itu adalah Muharram sehingga masuk tahun baru Hijriyah.
Penetapan bulan Hijriyah mengikuti perjalanan bulan atau Qamariyah yang kadang bisa berjalan 30 hari dan 29 hari.
“Assyahru hakadza wa hakadza,” sabda Rasulullah sambil memeragakan jarinya. Artinya, bulan Hijriyah itu bisa 29 hari atau 30 hari, tergantung perjalanan Bulan. Pada kasus Muharram tahun ini ini, bulan Zulhijjah berlangsung 29 hari.
Perbedaan kalender Masehi dan Hijri bisa mencapai 11 hari lebih. Jumlah hari Hijriyah adalah 354 hari lebih sedangkan tahun Masehi 365 hari. Jika kalender Matahari dimulai tengah malam, pukul 00.00, sementara kalender Hijri dimulai sejak waktu ghurub (terbenam Matahari atau maghrib). Maka ketika terbenam Matahari berarti masuk tanggal baru.
Penetapan tahun Hijriyah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab tahun 17 Hijriyah atau tahun 639. Ketika itu Abu Musa Al-Asy’ari menerima surat dari Khalifah Umar yang tertera bulan Syakban.
Tapi, Syakban kapan? Syakban tahun ini atau tahun sebelumnya. Maka, kemudian ia mengusulkan kepada Khalifah Umar untuk menetapkan tahun kalender Islam.
Khalifah Umar kemudian mengumpulkan sejumlah sahabat besar antara lain Sayidina Utsman dan Sayidina Ali. Maka muncul masukan antara lain dihitung sejak kelahiran nabi, atau sejak wahyu turun, wafat Rasulullah dan hijrah Rasulullah.
Akhirnya ditetapkan hijrah Rasulullah sebagai lambang tegaknya syariat Islam. Hal itu terjadi pada 16 Rabiul Awal tahun 16 Hijriyah, setelah 30 bulan pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Tahun baru pertama Islam terjadi pada 1 Muharram 17 Hijriyah.
Peristiwa hijrah Rasulullah
Dalam catatan sejarawan Ibnu Ishaq yang dikutip Syaikh Mubarakfuri dalam Arrahiq Al-Mahtum, Rasulullah bersama Abu Bakar melakukan Hijrah pada Kamis malam (malam Jumat) tanggal 27 Safar tahun 14 Kenabian (Bi’tsah).
Dari Mekkah langsung bersembunyi di Goa Tsaur menghindari kejaran kaum Quraish. Selama tiga hari dalam gua hingga hari Senin, 1 Rabiul Awal atau 16 September 622, baru melanjutkan perjalanan ke Madinah.
Tiba di kota Quba (pinggiran Madinah) disambut ribuan warga pada 8 Rabiul Awal tahun 14 Kenabian atau 23 September 622. Rasulullah mendirikan masjid yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Quba.
Masjid ini memiliki kelebihan. Dalam hadis disebutkan, barangsiapa salat dua rakaat di masjid ini pahalanya sama dengan umrah. Rasululah memiliki jadwal waktu khusus di Quba.
Memasuki kota Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal atau bertepatan tangal 23 atau 24 September 622. Jika dihitung berdasarkan waktu kerasulan adalah tahun ke 14.
Tahun baru Hijriyah yang jatuh pada bulan September tahun ini mengingatkan kembali peristiwa hijrah Rasululah yang juga bertepatan dengan bulan September tahun 622 atau 12 Rabiul Awal tahun 1 Hijriyah.
Selama ini banyak orang salah mengira bahwa hijrah Rasulullah terjadi pada bulan Muharram. Padahal, hijrah Rasululah memiliki waktu sendiri yaitu Rabiul Awal, sementara bulan Muharram adalah nama bulan pertama tahun Hijriyah.
Bulan Hijriah dimulai bulan Muharram. Orang Jawa menyebutnya dengan Sura karena dalam bulan ini ada hari Asyura atau 10 Muharram. Kemudian Safar (Sapar), Rabiul Awal (Mulud dalam istilah Jawa karena bersamaan dengan kelahiran atau mulud Nabi Muhamad), Rabiul Akhir (bakda Mulud), Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syakban (Ruwah), dan Ramadhan (Poso).
Adalah Sultan Agung yang menetapkan bulan Hijrah sebagai bulan Jawa. Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo (1593-1645) adalah sultan ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara.
Ia pula yang memasukkan unsur pasaran hari (Legi, Kliwon, Wage, Pon dan Pahing) dalam kalendernya. Tahun baru Jawa (Caka) memasuki tahun 1952.
Kesibukan Anas bin Malik dalam menekuni Hadits Nabi tidak menjadi penghalang baginya untuk berpartisipasi di medan jihad
ANAS bin Malik RA masuk Islam saat usiannya belum genap 10 tahun. Dia terus bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dan mengabdi kepada beliau menghadap ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala. Saat itu usia Anas bin Malik RA 21 tahun.
Bernama lengkap Abu Hamzah atau Abu Tsumamah Anas bin Malik bin Nadlar Al-Khazraji Al-Anshari, berasal dari Bani Najjar. Ibunya ialah Ummu Salma Sahlah binti Malik bin Khalid, istri Malik bin Nadlar. Malik pergi ke Negeri Syam dan meninggal dunia disana. Setelah itu Ummu Salama dipinang oleh Abu Thalhah Zaid bin Sahal. Dia mau menikah dengan Abu Thalhah dengan syarat ia mau masuk Islam.
Ummu Salma menjadikan keislaman Abu Thalhah sebagai mas kawinnya. Pernikahan itu terjadi antara Bai’at Aqabah pertama dan kedua. Dan Abu Thalhah turut serta dalam Bai’at Aqabah kedua.
Saudara kandungnya, Al-Bara’ bin Malik adalah salah satu pahlawan Islam yang gagah berani dan gugur dalam Perang Tustur. Anas bin Malik RA lahir pada tahun ke-3 kenabian atau 10 tahun sebelum hijrah. Dia masuk Islam melalui ibunya menjelang Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam hijrah ke Madinah. Jadi, Anas bin Malik RA termasuk Sahabat Nabi yang sangat belia. Kemudian Anas bin Malik RA dikaruniai anak-anak dan keturunan yang banyak. Hal itu dia peroleh berkat do’a Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam untuknya.
“Yaa Allah, berikanlah dia harta dan anak yang banyak dan berikanlah keberkahan kepadanya.” Maka Anas bin Malik RA pun dikaruniai harta yang banyak dan melimpah.
Dia juga dikaruniai anak-anak dan cucu-cucu yang banyak. Jumlahnya hampir 100 orang. Anak-anaknya anatara lain bernama Abu Bakar, Ubaidillah, Nadlar dan Musa.
Berguru kepada rasulullah
Setelah masuk Islam Anas bin Malik RA terus menantikan hijrah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam ke Madinah. Maka tatkala beliau tiba di Madinah kedua orang tuanya langsung membawa Anas bin Malik ke hadapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam agar diterima sebagai pelayan beliau. Ternyata gayung tersabut.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam menerima kehadiran Anas bin Malik RA sebagai pelayannya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengasuh Anas bin Malik RA secara langsung dan memperlakukannya dengan baik. Beliau bahkan sering memanggilnya: “Nak !” sebagaimana diriwayatkan oleh At- Tirmidzi dari Anas bin Malik RA bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pernah bersabda kepadannya: “Nak! Kalau kamu biasa memasuki waktu pagi dan sore dengan hati yang bersih dari rasa curang kepada seseorang, lakukanlah.” Kemudian beliau bersabda “Nak! Itu adalah bagian dari Sunnahku. Barangsiapa yang menghidupkan Sunnahku berarti dia mencintaiku. Dan barangsiapa yang mencintaiku dia pasti akan bersamaku di Surga.”
Dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam memperlakukan Anas bin Malik RA dengan perlakuan yang sangat lembut. Bahkan Anas bin Malik RA pernah mengatakan: “Aku melayani Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam selama 10 tahun. Demi Allah , beliau sama sekali tidak pernah mengatakan: ‘Ah! Kepadaku. Beliau juga tidak pernah bertanya kepadaku: “Mengapa kamu berbuat begitu? Atau mengapa kamu berbuat begitu? ”
Anas bin Malik RA mendpatkan anugerah yang sangat besar dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Yaitu bahwa beliau berjanji akan memberikan syafa’at kepadannya. Anas bin Malik Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengatakan: “Aku pernah meminta kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam agar beliau berkenan memberiku syafa’at pada Hari Kiamat kelak. Lalu beliau bersabda: “Ya aku akan melakukannya”. Kemudian aku bertanya: ‘Ya Rasulullah, di mana aku harus mencarimu? Beliau menjawab: ‘Pertama-tama carilah aku di atas shirath(jembatan )’. ‘Jikalau aku tidak menemukanmu di atas shirath?’. Beliau menjawab: ‘Carilah aku di mizan (timbangan amal)’. Jikalau aku tidak menemukanmu di mizan? Tanyaku lagi. Beliau menjawab: ‘Carilah aku di haudl (telaga). Karena aku tidak luput dari tiga tempat itu.”
Kedekatan Anas bin Malik RA dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam semenjak beliau hijrah ke Madinah sampai menghadap ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala memberinya kesempatan yang luas untuk meriwayatkan hadits sebanyak-banyaknya dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Jumlah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi dari Anas bin Malik RA mencapai 2286 buah Hadits. Dan tidak ada sahabat lain yang jumlah periwayatkan Haditsnya melebihi Anas bin Malik RA selain Abu Hurairah RA dan Abdullah bin Umar RA.
Anas bin Malik RA menjaga amanah ini dengan baik dan menyampaikannya seperti apa yang didengarnya. Dan sepeninggal Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, Anas bin Malik RA pun menjadi guru besar bagi imam-imam besar, seperti Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Said bin Jubair, Qatadah, Az-Zuhri dan Umar bin Abdul Aziz. Namun apa yang diriwayatkan oleh para perawi itu tidak semuanya di dengar langsung oleh Anas bin Malik RA dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Dengan kata lain sebagian besar berasal dari mulut Nabi SAW ke telinga Anas bin Malik RA , dan sisanya dia dengar dari Abu Bakar , Umar bin Khattab, Ubadah bin Shamit, Muadz bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud atau Abu Hurairah RA yang mendengar langsung dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Al-Hakim menceritakan bahwa Anas bin Malik RA pernah menyampaikan Hadits dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Kemudian ada yang bertanya: “Engkau mendengarnya (langsung) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam? ” Anas bin Malik RA menjawab : Demi Allah , tidak semua hadits yang kami sampaikan kepada kalian itu kami dengar langsung dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam satu sama lain, dan kami tidak saling curiga-mencurigai. Kendati jumlah hadits yang dihafalnya tidaklah sedikit, dia sangat berhati-hati dan tidak boros dalam menyampaikan riwayat untuk menghindari kesalahan. Dengan kata lain dia tidak menceritakan sesuatu yang dia yakini kebenarannya dan hafalannya. Anas bin Malik RA pernah berkata: “ Sekiranya aku pernah kudengar dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Akan tetapi beliau pernah bersabda: “Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di Neraka”.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pernah melarang para sahabat mencatat Hadits beliau agar tidak tercampur dengan Al-Qur’an . Tetapi setelah penulisan Al-Qur’an sempurna dan wahyu telah berhenti sepeninggal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, maka tidak ada lagi alas an untuk melarang penulisan Hadits. Dan Anas bin Malik RA adalah salah satu orang yang mencatat hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Dia pernah berkata : “Ikatlah ilmu dengan tulisan ”.
Keistimewaan terpenting yang dimiliki oleh sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam ini ialah ketekunannya dalam menyampaikan hadits-hadits Nabi kepada umat. Itulah kesibukan utamanya sampai akhir hayatnya. Abu Bakar RA pernah menugaskan Anas bin Malik memungut Zakat di Bahrain atas usulan Umar bin Khathab . Karena Umar bin Khathab RA pernah berkata: “Kirimilah dia (Anas bin Malik) karena dia benar-benar pandai menulis.” Dan tatkala Abu Musa Al-Asy’ari menjabat sebagai Gubernur Bashrah, Anas bin Malik dijadikan sebagai orang dekatnya. Abu Musa bahkan menyuruh Anas bin Malik untuk mewakilinya menghadap kepada Umar bin Khathab RA . Dan dia juga menugaskan Anas bin Malik RA memimpin kawasan Persia. Kemudian tatkala Abdullah bin Zubair dibai’at menjadi Khalifah, Anas bin Malik RA ditunjuknya menjadi Gubernur Bashrah selama beberapa waktu.
Kesibukan Anas bin Malik dalam menekuni Hadits Nabi tidak menjadi penghalang baginya untuk berpantisipasi di medan jihad. Anas bin Malik terlibat dalam Perang Badar dan Perang Uhud.
Ketika itu Anas bin Malik bertugas melayani keperluan Nabi Shalallau ‘Alaihi Wassallam . Anas bin Malik terlibat dalam Perang Khandaq sebagai seorang pejuang yang mampu mematahkan leher orang-orang musyrik dan menjatuhkan mereka.
Setelah Nabi wafat Anas bin Malik ikut serta dalam perang dalam perang melawan orang-orang murtad dan mendapatkan kemenangan yang gemilang . Anas bin Malik juga terjun ke medan Perang Qadisiyah . Kebetulan Anas bin Malik mahir mahir memanah. Setelah Perang Tustur yang berakhir dengan kemenangan gemilang . Abu Musa Al-Asy’ari, panglima perang tersebut menugaskan Anas bin Malik membawa para tawanan dan rampasan perang kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khathab.
Anas bin Malik datang kepada Umar bin Khathab dengan membawa pimpinan Tustur, Hurmuzan.
Di masa akhir hidupnya, Anas bin Malik tinggal di salah satu sudut kota Bashsrah hingga usianya lebih dari 100 tahun. Di sana Anas bin Malik jatuh sakit dan terus berkata kepada orang-orang yang ada disekitarnya: “Tuntunlah aku membaca Laa ilaha illallah.” Anas bin Malik tidak berhenti membaca kalimat tauhid itu sampai menghembuskan nafas terakhirnya. Peristiwa itu terjadi pada tahun 93 Hijriyah. Ada yang menyatakan bahwa Anas bin Malik adalah Sahabat Nabi yang paling akhir meninggal dunia. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa setelah Anas bin Malik masih ada satu orang sahabat Nabi yang hidup, yaitu Abu Thufail Amir bin Watsilah Al-Laitasi yang wafat pada tahun 100 Hijriyah.*
Utsman bin Affan radhiallahu anhu (RA) adalah sahabat Nabi yang menjadi Khalifah ketiga setelah Abu Bakar dan Umar Bin Khattab RA. Pada masa Islam beliau dijuluki Abu ‘Abdillah. Beliau juga digelari ‘Dzun Nuraini’ (pemilik dua cahaya) karena menikah dengan dua puteri Rasulullah SAW yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Kemuliaan lain yang dimiliki Utsman bin Affan adalah kedermawanannya dalam bersedekah. Utsman juga merupakan sosok sahabat yang pertama merangkum mushaf-mushaf yang tersebar menjadi sebuah kitab yang sekarang kita baca yaitu Alquran.
Dalam satu hadis riwayat Imam Muslim dikisahkan, dari ‘Aisyah RA, beliau berkata, pada suatu hari Rasulullah SAW sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar bin Khattab minta izin untuk menutupinya dan beliau mengizinkannnya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka).
Ketika Utsman meminta izin kepada beliau, maka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi paha terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka Aisyah bertanya, ”Wahai Rasulullah, Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk menutupinya dan engkau mengizinkan keduanya. Tetapi engkau tetap berada dalam keadaan semula (membiarkan pahamu terbuka). Sedangkan ketika Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau melepaskan pakainanmu (dipakai untuk menutupinya).
Maka Rasulullah SAW menjawab, ”Wahai Aisyah, bagaimana aku tidak merasa malu dari seseorang yang Malaikat saja merasa malu kepadanya”.Ibnu ‘Asakir menjelaskan dalam kitab “Fadhail ash Shahabah”, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab, ”Utsman itu seorang yang memiliki kedudukan terhormat yang dipanggil dengan Dzun Nuraini, dimana Rasulullah menikahkannya dengan kedua putrinya.”
Selain itu, diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal bahwa ketika Al-Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu tengah hari di masjid? maka ia menjawab, ”Aku melihat Utsman bin Affan beristirahat di masjid, padahal beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian rusuknya, sehingga kami berkata, Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin,”
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata dengan firman Allah”. “Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS.Az-Zumar:9). Yang dimaksud itu adalah Utsman bin Affan.
Utsman bin Affan wafat pada tahun 35 Hijriyah pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzulhijjah, dalam usia 80 tahun lebih. Khalifah Utsman bin Affan dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij) di dalam rumahnya. Ketika Utsman terbunuh, isteri beliau berkata, ”Mereka telah tega membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan Alquran”.Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga lewat lisan Nabi. Meskipun telah wafat, kedermawanannya selalu dikenang oleh umat Islam. Mulai dari membeli sumur Yahudi, menyumbang 300 ekor unta pada perang Tabuk dan masih banyak lainnya. Utsman dikenal sebagai sahabat Nabi yang banyak menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Manusia memang terlahir untuk menjadi makhluk sosial. Allah menciptakan hambaNya tak bisa lepas dari orang lain, mereka tidak bisa melakukan semuanya sendirian dan pastilah membutuhkan pertolongan atau bantuan dari orang lain di sekitarnya. Namun masih banyak di antara kita yang sombong dan merasa tidak membutuhkan orang lain. Padahal ketika kita baru dilahirkan saja, kita membutuhkan bantuan orang lain yang membantu proses persalinan Ibu kita.
Kemudian ketika kelak kita mati, kita membutuhkan orang lain yang mau memandikan kita, merawat dan mengkafani jenazah kita, bahkan sampai menyolatkan dan menguburkannya. Karena tidak mungkin kita bisa sholat sendiri atau mengubur diri kita sendiri bukan?
5 Ciri Sahabat Sejati Dunia dan Akhirat
Itulah mengapa, sebuah fitrah atau manusiawi jika kita merasa kesepian saat kita sedang merasakan kesedihan, masalah yang rumit, atau bahkan untuk sekedar berbagi kebahagiaan yang kita miliki, kita membutuhkan seseorang yang ada di samping kita. Ya, itulah seorang sahabat. Orang yang kita anggap lebih dari teman dekat dan bukan dari keluarga, yang mampu memahami kita dan selalu ada di samping kita untuk menemani.
Namun apakah benar sahabat kita itu adalah sahabat sejati yang tak hanya akan menjadi sahabat kita di dunia saja namun juga di akhirat kelak? Atau jangan-jangan kita salah memilih sahabat yang justru bisa menjerumuskan kita pada neraka? Nah, ini dia ciri-ciri sahabat sejati yang bisa menemani kita tak hanya di dunia namun juga di akhirat kelak:
1. Setiap Melihatnya Kita Teringat Allah
Sungguh Maha Cinta Allah, yang menciptakan perasaan cinta begitu suci dalam diri dan jiwa setiap manusia. Jika kemudian ada yang menyeleweng, itu bukanlah cinta, namun itu adalah nafsu. Karena sejatinya cinta yang sejati adalah yang semakin mendekatkan kita kepada Allah, bukan malah menjauhkan.
Begitu juga dengan sahabat. Jika kita merasakan bahwa setiap kita melihat sahabat kita, entah senyumnya, entah marahnya, semua yang dia lakukan membuat kita semakin teringat Allah dan semangat untuk mendekatkan diri padaNya, inshaa Allah dia adalah sahabat yang baik untuk kita.
2. Selalu Berusaha Mengajak Kita Pada Kebaikan
Dengan siapa kita bersahabat sejatinya itulah bagaimana orang lain memandang kita. Maka, pilihlah sahabat atau teman yang bisa membantu kita berjalan pada kebaikan dan semakin dekat kepada Allah.
Seorang sahabat sejati yang baik adalah dia yang selalu mengingatkan kita untuk semakin mendekatkan diri pada Allah dan selalu berusaha berbuat kebaikan di dunia ini, banyak menceritakan tentang balasan di akhirat kelak sebagai pengingat kita kelak, tidak hanya fokus pada memperbaiki dirinya namun juga selalu mengajak kita untuk berubah menjadi lebih baik.
3. Selalu Mendorong Kita Melakukan Kebaikan Tanpa Meminta Balasan
Ibaratnya, dia selalu menjadi pahlawan di balik layar kita. Dia tak suka menjadi populer atau menebeng popularitas kita hanya karena sering mendorong dan memberikan dukungan pada setiap kebaikan yang kita lakukan.
Sahabat sejati akan selalu menyemangati dan mendorong kita kala kita merasa bahwa kita kurang percaya diri kita mampu melakukan sesuatu, mengingatkan kita bahwa Allah pasti akan menolong hambaNya yang menolong agamaNya, serta tak pernah melepaskan kita sendiri dan siap memberikan bantuan tanpa harus diminta terlebih dulu.
4. Selalu Menyebut Kita Dalam Setiap Do’anya
Do’a yang baik untuk orang lain adalah ketika orang yang dido’akan tidak mengetahuinya. Sahabat sejati adalah dia yang selalu mengiringi langkah kita dalam do’a-do’anya yang tak pernah dia pamerkan di hadapan kita.
Dalam setiap sujud dan do’anya selalu tersebut nama kita agar Allah selalu lindungi dan berikan keberkahan untuk kita.
5. Akan Sangat Marah Saat Kita Bermaksiat Kepada Allah
Seorang sahabat sejati yang benar-benar mencintai dan memperdulikan kita, tak hanya akan baik saja kepada kita, namun dia juga bisa bersikap marah dan akan mengingatkan kita dengan keras saat kita melakukan hal yang salah, apalagi saat kita sengaja bermaksiat kepada Allah.
Bentuk marah dia berupa marah yang penuh cinta, karena tak ingin kita menjadi seorang pendosa yang membuat Allah murka. Dia akan benar-benar memarahi kita dengan caranya dan berusaha membuat kita sadar dan bertaubat kepada Allah.
Masya Allah, itulah lima ciri sahabat sejati yang tak hanya akan menemani kita di dunia saja, namun kelak di akhirat dia juga yang akan menjadi salah satu saksi kita di hadapan persidangan Allah. Bagaimana kita bermuamalah (bersosialisasi) dengan orang lain, dan bagaimana sahabat yang ada di sekitar kita, itu tergantung juga pada keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Semakin kuat kadar keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, maka Allah akan hadirkan orang-orang yang baik pula untuk menemani kita berjalan di jalan kehidupan ini. in shaa Allah. (sof)
Sholat, sebuah amalan wajib yang mesti dilakukan oleh seorang muslim. Setidaknya, sehari lima waktu. Mungkin, tak lama kita meluangkan waktu untuk rukuk dan sujud merendahkan diri di hadapan Pencipta kita. Sebagaimana telah kita semua ketahui, tujuan penciptaan jin dan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Nah, salah satu ibadah yang harus selalu kita kerjakan adalah sholat lima waktu ini.
Allah mewajibkan sholat dalam banyak ayat-Nya. Salah satunya adalah firman Allah Ta’ala, “Tegakkanlah sholat, sesungguhnya sholat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang yang beriman.”(Surat An Nisa’, ayat 103)
Dan dalam firman-Nya yang lain, “Jagalah sholat-sholat kalian, dan sholat wushtho ….”(Surat Al Baqarah: 238)
Tak hanya itu, selain Allah perintahkan sholat dalam kitab-Nya, Rasulullah SAW juga menjelaskan tentang sholat dalam banyak haditsnya. Beliau bersabda, “Islam dibangun atas lima perkara; Kesaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, serta Muhammad adalah utusannya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.”(Hadits Riwayat Bukhari)
Itulah lima rukun islam yang sedari kecil sudah diajarkan oleh orang tua muslim kepada anak-anaknya. Agar ketika besar tertanam dalam jiwa anak-anaknya bahwa lima hal itu adalah sesuatu yang penting bagai mereka, dan juga mereka akan mengerjakannya dengan sepenuh hati.
Apakah keutamaan yang akan kita dapatkan ketika mengerjakan sholat?
Selain menjalankan perintah Allah yang memang sudah menjadi kewajiban, ternyata sholat juga menyimpan banyak hikmah. Di antaranya, sholat itu bisa membersihkan jiwa dan mensucikannya. Selain itu, sholat juga bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Allah berfirman tentang hal ini, “Dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.”(Surat Al Ankabut: 45)
Dalam sebuah hadits, disebutkan tentang keutamaan sholat lima waktu yang bisa mensucikan diri. Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.”(Hadits Riwayat Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Bagaimanakah sholat yang bisa mensucikan diri itu?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Shalat yang bisa membersihkan kotoran dosa adalah shalat yang sempurna. Di dalam shalat tersebut dikerjakan secara sempurna, hati hadir dalam shalat dan seseorang yang shalat benar-benar bermunajat pada Allah. Jika demikian, setelah shalat, ia dapat apa yang ingin diraih yaitu pahala yang besar dan Allah menghapuskan kesalahannya.” (Syarah Riyadhis Sholihin: 5/49).
Marilah kita memperbaiki kualitas sholat kita. Supaya benar-benar bisa membersihkan diri kita dari kotoran-kotoran dosa yang senantiasa bertambah seiring bergulirnya waktu. Marilah kita mengerjakan sholat tepat pada waktunya. Itu adalah salah satu dari amalan yang paling utama.
Rasulullah pernah ditanya, ‘Apakah amalan yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, “Sholat pada waktunya.”(Hadits Riwayat Muslim)
Apakah sedekah itu sama dengan zakat? Mungkin masih sangat banyak orang yang mengartikan bahwa sedekah itu sama dengan zakat? Padahal keduanya itu sebenarnya sangat berbeda arti dan maknanya. Tapi, kok beda? Kan sama-sama memberikan rizki kepada orang lain yang membutuhkan?
Memang benar sama-sama memberi, tapi keduanya memiliki arti dan maknanya sangat berbeda.
Sedekah sendiri mempunyai arti pemberian seorang muslim kepada orang lain secara suka rela dan iklas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu.
Sedangkan zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan oleh seorang muslim dan diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat. Selain itu, zakat juga telah ditentukan waktu untuk pelaksanaannya, baik zakat fitrah maupun zakat mal.
Setelah penjelasan mengenai perbedaan keduanya dari faktor waktu pelaksanaannya, kali ini kita semua akan belajar tentang keutamaan sedekah yang pahalanya tidak akan terhapus walaupun orang yang bersedekahanya telah meninggal dunia.
Sebelum kita berlanjut kepada keutamaan dari sedekah jariyah itu sendiri, kita akan bicara sedekah yang seperti apa saja yang menjadi sedekah jariyah? Berikut ada beberapa contoh sedekah jariyah yang pahalanya tidak akan terputus walaupun seseorang itu sudah berada di dalam kubur.
1. Sedekah untuk pembuatan masjid
Pahalanya tidak akan terputus selama orang-orang masih menggunakan masjid itu untuk beridah kepada Allah, maka Anda yang menyedekahkan hartanya di jalan Allah akan mendapat pahala orang yang beribadah itu.
2. Sedekah untuk operasional pondok pesantren dan yayasan yatim piatu
Sama seperti pahalanya orang yang menyedekahkan hartanya untuk pembangunan masjid, orang yang bersedekah untuk biaya hidup anak yatim pahalanya akan mengalir selama anak yatim itu beribadah kepada Allah.
3. Doa anak shalih
Doa anak yang shaleh juga akan menjadi amal yang terus mengalir sampai kapan pun selama anak shaleh itu terus mendoakan Anda, lalu bagaimana jika kita tidak mempunyai anak? Maka kita bisa mendapat keutamaaan dari doa anak yatim yang kita beri sedekah.
4. Ilmu yang bermanfaat
Sedekah itu bukan hanya berupa uang. Jika kita tidak mempunyai uang, maka dengan ilmu yang kita miliki maka kita dapat menagakarkannya kepada orang lain. Jadi apabila orang lain mengamalkan ilmu yang kita berikan dan mengajarkanya kepada orang lain maka pahalanya dari pengamalan ilmu itu sendiri akan menjadi amal yang tidak akan terputus.
Sebenarnya masih banyak sekali sedekah jariyah di dalam kehidupan ini, dan sebaik-baik sedekah adalah sesuatu yang dilakukan ketika kamu kaya dan ketika kamu miskin.
“Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, “Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian, dan untuk fulan sekian.” Padahal telah menjadi milik si fulan.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu apa sajakah keutamaan dari sedekah itu? Berikut ini beberapa ketamaan dari sedekah.
1. Sedekah itu menghapus dosa
Jika hidup ini diibaratkan dengan sebuah kertas putih, maka dosa-dosa yang kita lakukan setiap hari adalah tinta hitam yang membuat kertas itu kotor dan yang dapat menghapusnya adalah shalat dan amal sedekah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة تطفىء الخطيئة كما تطفىء الماء النار
“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.”(HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)
2. Sedekah memberikan keberkahan pada harta dan benda
Setiap harta benda yang kita miliki itu mempunyai hak untuk orang lain dan sedekah lah cara untuk membersihkan hak itu. Jika Anda ingin merasakan keberkahan dan kebahagiaan hidup maka berbanyaklah sedekah.
Dan tidak ada istilah orang yang bersedakah itu jatuh miskin. Karena matematika dari sedekah adalah 10-7 = 70 tau bahkan 700, 7000 dst.
Setiap harta yang kita sedekahkan sebenarnya harta itu tidak menghiang melainkan harta itu bertambah, masih belum percaya silakan saja nanti Anda buktikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.”(HR. Muslim, no. 2588)
3. Disediakan surga untuk orang-orang yang bersedekah
Allah memberikan keutamaan yang sangat besar kepada hamba-hambanya yang rajin untuk bersedekah, baik dalam keadaan susah maupaun senang. Keutamaan itu berupa jaminan masuk surga melalui pintu yang khusus untuk orang yang giat bersedekah.
من أنفق زوجين في سبيل الله، نودي في الجنة يا عبد الله، هذا خير: فمن كان من أهل الصلاة دُعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دُعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصدقة دُعي من باب الصدقة
“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan salat, ia akan dipanggil dari pintu salat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”(HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)
Dan masih sangat banyak keutamaan dari sedekah, yang mana keutamaanya tidak akan pernah dapat kita hitung karena hanya Allah yang akan memberikannya langsung kepada hamba-hambanya yang rajin dalam bersedekah.
Jadi jangan pernah ragu untuk bersedakah, karena sedekah tidak akan membuat kita miskin. Anda bisa membuktikan betapa kayanya orang yang mampu bersedakah walaupun dirinya itu kekurangan.
Bagi Anda yang ingin membantu kemajuan umat dan kesejahteraan orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kebaikan Anda semua. Kami Lazismu Piyungan bisa membantu menyalurkan sedekah Anda.
Hendaknya orang yang sakit merasa ridha dengan ketatapan Allah ta’ala, bersabar atasnya serta berprasangka baik kepada Allah bahwa ketetapan Allah itu pasti baik. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Semua perkara (yang menimpanya) adalah kebaikan baginya dan tidaklah hal ini terjadi kecuali hanya pada diri seorang mukmin. Jika dia tertimpa kebahagiaan dia bersyukur maka hal ini adalah baik baginya. Dan jika tertimpa musibah dia bersabar maka itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda,
لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز و جل
“Janganlah salah seorang diantara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala”. [1]
Hendaknya seseorang memposisikan dirinya antara rasa khauf (takut) dan raja’(harap). Takut akan adzab Allah karena dosa-dosanya dan harapan mendapatkan rahmat-Nya.
Dari Anas radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi shallallahu’alaihai wasallam suatu ketika menjenguk seorang pemuda yang sedang sekarat. Kemudian beliau bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?”
Pemuda tersebut menjawab, “Demi Allah wahai Rasulullah aku sangat mengharapkan rahmat Allah namun aku juga takut akan dosa-dosaku .”
Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah terkumpul pada hati seorang hamba perasaan seperti ini (menggabungkan rasa khauf dan raja’) kecuali Allah akan beri apa yang ia harapkan dan Allah amankan dia dari apa yang ia takutkan.” [2]
Sekalipun sakit yang dideritanya bertambah parah akan tetapi tetap tidak diperbolehkan untuk mengharapkan kematian berdasarkan hadits Ummul fadhl radhiallahu’anha,
Bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam masuk menemui mereka sementara itu Abbas, paman Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam sedang mengeluh, diapun berharap segera mati kemudian Rasulullah shallallahu’alai wasallam berkata,
‘Wahai Pamanku! Janganlah engkau mengharap kematian. Karena sesungguhnya jika engkau adalah orang yang memiliki banyak kebaikan dan (waktu kematianmu) diakhirkan maka kebaikanmu akan bertambah dan itu lebih baik bagimu. Begitu juga sebaliknya, jika engkau orang yang banyak keburukannya dan (waktu kematianmu) diakhirkan maka engkau bisa bertaubat darinya maka ini juga baik bagimu. Maka janganlah sekali-kali engkau mengharapkan kematian’ . [3]
Imam Bukhari, Muslim, dan Baihaqi dan selain mereka telah mengeluarkan hadits dari Anas secara marfu’ diantaranya berbunyi, “Jika seseorang terpaksa untuk melakuakannya maka hendaknya ia berkata,
‘Ya Allah, hidupkanlah aku (panjangkan usiaku), jika hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku’“. [4]
Jika orang yang sakit tersebut memiliki tanggungan kewajiban kepada orang lain yang belum tertunaikan, dan dia mampu untuk menunaikannya maka hendaknya ia segera menunaikannya. Namun jika tidak, hendaknya ia menulis wasiat tentang kewajiban yang belum ia tunaikan karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda,
“Barang siapa yang pernah menganiaya saudaranya baik terhadap kehormatannya atau hartanya maka hendaknya ia selesaikan (permasalahan tersebut) hari ini (di dunia), sebelum dia dituntut untuk menunaikannya, ketika sudah tidak ada lagi dinar maupun dirham (hari kiamat). Jika ia memiliki (pahala) amalan shalih maka akan diambil sesuai dengan tingkat kedzalimannya dan jika ternyata ia tidak memiliki pahala kebaikan maka keburukan (baca: dosa) orang yang terdzalimi tersebut akan ditimpakan kepadanya.” [5]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?
Mereka (para sahabat ) menjawab, ‘Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta’.
Beliau shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut diantara umatku kelak adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, akan tetapi dia pernah mencela orang yang ini, memfitnah yang itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah orang itu dan memukul orang yang ini. Maka mereka diberi kebaikannya…, jika kebaikannnya telah habis sebelum lunas apa yang menjadi tanggungannya maka kesalahan (baca: dosa) mereka (orang yang terdzalimi) akan dipikulkan kepadanya lalu ia pun dilemparkan kedalam neraka.’” [6]
Juga sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Barangsiapa yang mati masih memiliki hutang maka disana (akherat) kelak tidak ada dinar dan dirham namun yang ada hanyalah kebaikan dan keburukan”. [7]
Dan Imam Thabrani (Al-Kubra) meriwayatkan dengan redaksi,
“Hutang itu ada dua macam. Barang siapa yang mati dengan membawa hutang namun ia berniat (saat masih hidup) untuk melunasinya maka aku adalah walinya kelak. Dan barangsiapa yang mati membawa hutang namun ia tidak ada niat untuk melunasinya maka orang inilah yang akan diambil kebaikannya kelak di saat tidak dinilai dinar dan dirham. “[8]
Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhuma berkata, “Pada masa perang uhud, suatu malam ayahku memanggil diriku dan berkata,
‘Aku tidaklah bermimpi kecuali menjadi orang pertama yang terbunuh diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan aku tidaklah meninggalkan untukmu sesuatu yang lebih mulia dari pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Dan sesungguhnya aku memiliki hutang maka lunasilah. Dan aku wasiatkan kepadamu, berbuat baiklah kepada sesama saudaramu.’ Maka jadilah beliau orang yang terbunuh pertama kali…”[9]
Dan seharusnya (orang yang sakit-pen) bersegera untuk membuat wasiat (seperti halnya wasiat Abdullah radhiallahu’anhu diatas-pen). Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
“Tidaklah pantas bagi seorang muslim melewati malam-malamnya sementara dirinya ingin mewasiatkan sesuatu kecuali wasiat tersebut telah tertulis di sisinya.”
Ibnu Umar berkata, “Tidaklah aku melewati malam-malamku sejak aku mendengar sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam tersebut kecuali tertulis wasiat di sisiku.”[10]
Dan kewajiban (orang yang sakit) adalah berwasiat kepada keluarga dekat yang bukan ahli waris. Berdasarkan firman Allah ta’ala,
“Diwajibkan atas kalian, apabila maut menjemput kalian, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 180)
Diperbolehkan baginya berwasiat sepertiga dari hartanya dan tidak boleh lebih dari itu. Namun yang lebih utama seseorang berwasiat kurang dari sepertiga harta. Berdasarkan hadits Saad bin Abi Waqash radhiallahu’anhu beliau berkata,
“Aku pernah bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam di haji wada’. Aku jatuh sakit dan hampir saja mendekati kematian. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjengukku. Akupun bertanya, ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya aku memiliki banyak harta dan tidak ada yang mewarisinya kecuali seorang putriku. Maka bolehkah aku berwasiat dua pertiganya?’
Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’
Aku berkata, ‘Bagaimana jika separuh hartaku?’
Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’
Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana jika sepertiga harta?’
Beliau menjawab, ‘Iya sepertiga harta dan sepertiga itu sudah banyak. Wahai Saad, sungguh jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih bagimu dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, dengan mengemis kepada manusia. Wahai Saad tidaklah engkau menafkahkan sesuatu, sementara engkau mengharap wajah Allah kecuali engkau akan diberi pahala karenanya. Sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.’” [seorang perowi berkata, “Maka sepertiga itu boleh”] [11]
Dan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu berkata, “Aku senang jika manusia mengurangi wasiatnya, kurang dari sepertiga sampai seperempat hartanya. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Sepertiga itu sudah banyak.’”[12]
Ketika berwasaiat, hendaknya dipersaksikan oleh dua orang muslim yang adil. Jika tidak ada maka dua orang yang bukan muslim, dengan terlebih dahulu diminta untuk bersumpah, jika dia ragu atas persaksian mereka berdua. Sebagaimana penjelasan dalam firman Allah tabaraka wa ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah shalat, lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu. ‘(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang) walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah.Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.’ Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) berbuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah, ‘Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri`. Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS. Al-Maidah: 106-108)
Adapun wasiat kepada orang tua dan anggota keluarga yang menjadi ahli waris maka hal ini tidak diperbolehkan. Karena hukum ini telah dihapus dengan ayat-ayat waris. Disamping itu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah menjelaskannya ketika berkhutbah di haji wada’. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan kepada tiap orang yang memilki hak (warisan) jatahnya masing-masing. Karena itu, tidak ada wasiat untuk Ahli waris.”[13]
Diharamkan merugikan orang lain ketika berwasiat. Seperti berwasiat agar sebagian ahli waris tidak mendapatkan haknya atau melebihkan jatah warisan (dari yang seharusnya) kepada sebagian ahli waris. Allah ta’ala berfirman,
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan keduaorangtu dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya. Baik sedikit ataupun banyak menurut bagiian yang telah ditetapkan.”(QS. An-Nisa : 7)
Dalil lain adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,”Janganlah berbuat yang merugikan. Barangsiapa merugikan maka Allah akan merugikan dirinya dan barangsiapa yang menyusahkan orang lain maka Allah akan menyusahkannya.” [14]
Wasiat yang mengandung kedzaliman adalah wasiat yang batal dan tertolak. Berdasakan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami (perkara agama) yang bukan bagian darinya maka ia tertolak.”[15]
Dan juga berdasarkan hadits Imran bin Hushain, “Bahwasanya ada seorang laki-laki memerdekan enam budak saat menjelang kematiannya [tidak ada harta lain yang ia miliki kecuali budak-budak tersebut]. Datanglah ahli warisnya dari arab badui kemudian memberitahukan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentang apa yang ia perbuat. Maka Nabi pun bertanya, ‘Apa benar dia berbuat demikian?’ Lantas beliau juga menegaskan, ‘Kalau saja kami mengetahui tentang hal ini insyaallah kami tidak akan mensholatinya.’ Tarik kembali budak-budakmua, lalu merdekakan dua orang saja, sementara empat sisanya tetap menjadi budak.’ “[16]
Karena pada umumnya yang terjadi dikalangan manusia saat ini adalah membuat aturan dalam agama mereka (baca : bid’ah), terutama terkait (tata cara) mengurus jenazah, maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk berwasiat, agar jenazahnya diurus jenazahnya dan dikafani sesuai dengan sunnah nabi. Sebagai realisasi firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(Qs. At-Tahrim :6)
Oleh karena itu banyak diantara kalangan sahabat Rasulullah shallallahu’alaiihi wasallam berwasaiat akan hal ini. Dan atsar tentang mereka sebagaimana yang kami (penulis ) sebutkan sangatlah banyak. Akan tetapi tidak mengapa jika diringkas sebagiannya, yaitu:
a. Dari Amir Ibn Saad bin Abi Waqqas bahwasanya bapaknya pernah berkata ketika sedang sakit yang mengantarkan kepada kematiannya, “Buatkanlah untukku liang lahat dan letakkanlah batu merah dibagiannya. Sebagaimana yang dilakukan kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam.”[17]
b. Dari Abu Burdah berkata, “Abu Musa radhiallahu’anhu pernah berwasiat di saat beliau sekarat,”Jika kalian berangkat membawa jasadku maka perceptalah langkah kaki kalian, janganlah kalian mengiringkan jenazahku dengan tempat bara api (dupa), janganlah kalian jadikan sesuatupun berada diatas lahadku yang bisa menghalangiku dengan tanah, dan janganlah membuat bangunan di atas kuburku. Dan aku bersaksi sungguh aku berlepas diri dari wanita yang mencukur rambut, menampar pipi dan merobek-robek tatkala mendapat musibah. Para sahabat bertanya, ‘Apakah engkau pernah mendengar hal ini dari Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Ya, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.’“[18]
Maraji’:Ahkamul Janaiz wa Bida’uhu (hal. 11-18), Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh. Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.or.id Murojaah: Ust Ammi Nur Baits
Catatan Kaki:
[1] Kedua hadis diatas diriwayatkan Imam Muslim, Baihaqi dan Imam Ahmad.
[2] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad hasan, Ibnu Majah, Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Az- Zuhd (24-25) dan Ibnu Abi Dunya dalam At-Targhib (4/141). Lihat pula dalam Al-Misykah (1612).
[3] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/339), Abu Ya’la (7076), dan Al-Hakim (1/339) beliau berkata, “Hadits ini shahih dengan syarat dua syaikh (Imam Bukhari dan Imam Muslim).” Hal ini disepakati oleh Imam Adz-dzahabi, hanya saja beliau menegaskan hadits ini sesuai syarat Imam Bukhari saja.
[4] Hadits ini dikeluarkan dalam Al-Irwa’ (683).
[5] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Al-Baihaqi (3/369) dan selain beliau berdua.
[6] HR. Muslim (8/18).
[7] Hadist ini dikeluarkan Al-Hakim (2/27) dan teks (hadits ini) milik beliau, Ibnu Majah, Ahmad (2/ 70-82) dari dua jalan dari IbnuUmar. Hadits pertama shahih sebagaimana penilaian Al-Hakim dan telah disepakati oleh Adz-Dzahabi. Hadits kedua hasan sebagaimana penilaian At-Tirmidzi (3/34).
[8] Hadits Shahih sebagaimana yang telah lalu. Dan dengan hadits Aisyah yang akan datang pada akhir bab.
[9] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1351).
[10] HR. Bukhari, Muslim, Ash-habussunan dan selainnya.
[11] Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (1524) dan teks ini milik beliau, dua syaikh (Bukhari Muslim, dua tambahan diatas adalah milik Muslim dan ash habussunan).
[12] Hadits ini dikeluarkan Ahmad (2029 dan 2076), dua syaikh dan Baihaqi (269/6) dan selain mereka.
[13] Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan beliau menilai hasan, Baihaqi dan beliau member isyarat kuatnya hadits ini dan ternyata memang benar, karena sanad hadits ini hasan. Hadits ini memiliki banyak hadits penguat menurut Baihaqi. Lihat Majma’ zawaid (4/212).
[14] Hadits ini dikeluarkan oleh Ad-Daruquthniy (522), Al-Hakim (2/ 57-58) dari Said Al-Khudri dan Imam Adz-dzahabi menyepakati beliau dengan berkata, “Hadits shahih dengan syarat Imam Muslim”. Namun yang benar hadits ini hasan sebagaimana perkataan Imam Nawawi dalam Al-Arba’in dan Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawa (3/262) karena banyaknya jalan dan hadits penguat. Dan Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkannya dalam Syarh Al-Arba’in (hal.219-220) kemudian aku (Syaikh Albni-pen) keluarkan dalam Irwaul Ghalil no. 888.
[15] Hadits ini diriwayatkan oleh dua syaikh (Bukhari Muslim -pen) dalam shahih beliau berdua, Ahmad dan selainnya dan lihat di Irwa (88)‘.
[16] Hadits riwayat Ahmad (4/446) dan Muslim semisal ini. Demikian juga Ath-Thahawi, Baihaqi dan selainnya. Dan tambahan tersebut dari Imam Muslim dan salah satu riwayat Imam Ahmad.
[17] Hadits ini dikeluarkan Imam Muslim dan Al-Baihaqi (3/407) dan selain beliau berdua.
Takut akan penyakit yang timbul dari garam? Ini cara Rasul mengkonsumsi garam. Nabi Muhammad Sholallohi ‘alaihi wassallam bersabda : “Sebaik-baik lauk adalah garam” (Al-Baihaqi).
Sebaik baik lauk adalah garam.
Sangat bertentangan dengan dunia medis saat ini yang mengatakan bahwa makan garam bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti darah tinggi, dehidrasi, keropos tulang dan penyakit empedu, namun hal itu tidak akan terjadi jika Anda mengetahui cara mengkonsumsi garam dengan baik dan secara benar. Sesuai Sunnah Rasul.
Begini Cara Mengkonsumsi Garam Agar Terhindar Dari Penyakit (Ala Rasul)
Jadi sesuai dengan hadist diatas yang menyatakan Garam bukanlah penyebab penyakit, tapi malah obat yang paling mujarab seandainya digunakan dengan cara yang betul. Kuncinya adalah Garam tidak boleh dimasak !!!.
Ingat tidak boleh dimasak !!!
Kesalahan kita (kebanyakan orang Indonesia) ialah kita memasak garam yaitu memasukkan garam ke dalam masakan ketika masakan sedang MENDIDIH/ PANAS. Hal tersebut akan menyebabkan garam menjadi racun/toksik. Jika garam dimasak dengan cara di atas, garam akan menyebabkannya ber-asid dan membahayakan kesehatan serta mengundang berbagai penyakit, selain itu kandungan yodium pada garam juga akan hilang dengan percuma. Ingat yodium sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh kita.
Begini cara yang betul penggunaan garam agar garam benar-benar menjadi obat bagi Anda, bukan jadi Penyakit. Masaklah makanan yang ingin dimasak sehingga selesai. Contohnya: sayur masukkan garam dalam masakan apabila makanan dan airnya sudah berangsur dingin,atau dalam keadaan dingin. Ingat makanan yang dimasak harus tanpa garam ingat tanpa garam. Selagi makan, sediakan semangkuk garam dan taburkan di atas makanan yang ingin dimakan sesuai selera masing2.
Garam adalah mineral bagi tubuh, “Banyak amalan yang dilakukan oleh para Salafus soleh ialah dengan mengambil garam sebelum memulai makan”. Garam digunakan sebagai pembuka makan dengan mengambilnya dengan ujung jari dan dimasukkan ke mulut.
Ingat garam adalah mineral !!!!
Kelebihannya atau manfaatnya mengkonsumsi garam antara lain ialah:
Mengobati lebih dari 70 penyakit, antara lain Darah tinggi, Diabetes, Tulang keropos, Gondokan, Pusing sakit kepala dll serta tidak akan mengalami keadaan mati mendadak.
Silakan sebarkan, sekiranya anda ingin orang-orang yang anda cintai menjadi sehat.
Berbagai penyakit yang disinyalir timbul akibat garam seperti gejala jantung dan tekanan darah tinggi adalah akibat dari penggunaan garam yang salah. Karena kalau memasak jangan dikasih garam.. Ingat garam jangan dimasak. Insyaallah penyakit darah tinggi, jantung bisa dihindari dengan cara makan yg baik. Jadi kesimpulannya yg benar garam itu adanya dimeja makan bukan didapur.
Marilah berubah agar sehat semua. Orang asing lebih awal menggunakan garam selalu di meja