Site icon Sahabat Yatim

Teknik Analisis Jabatan – Metode Manajemen Karyawan

Analisis Jabatan

Image by pikisuperstar on Freepik

Analisis jabatan adalah sebuah metode sistematis di dalam sebuah manajemen karyawan untuk menggambarkan dan merinci sebuah pekerjaan dan karakteristik-karakteristik yang dibutuhkan oleh seorang karyawan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Analisis jabatan merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen karyawan atau divisi pengembangan sumber daya manusia untuk mendekatkan kebutuhan suatu pekerjaan dengan calon karyawan yang akan melakukan pekerjaan itu.

Pendekatan Analisis Jabatan

Ada dua pendekatan untuk melakukan analisis jabatan, yaitu pendekatan dengan orientasi pada jabatan dan orientasi pada orang atau calon karyawan. Orientasi pada jabatan menekankan informasi tugas yang harus dilakukan pada jabatan tertentu. Orientasi terhadap calon karyawan menekankan kebutuhan khusus atau karakteristik apa saja yang diperlukan dan dimiliki calon karyawan dalam menyandang tugas atau jabatan tertentu.

Tujuan dilakukannya analisis jabatan adalah untuk pengembangan karier, penilaian kinerja, dan seleksi. Selain itu, analisis jabatan diperlukan sebagai pendekatan legal terhadap suatu pekerjaan. Analisis jabatan juga dapat menjadi dasar dalam peningkatan kemampuan karyawan dengan dilakukannya pelatihan. Gaji atau struktur renumerasi juga bisa dilakukan dengan baik jika analisis jabatan dilakukan dengan baik.

Pertanyaan yang sering muncul adalah siapa yang berhak melakukan analisis jabatan dan dari mana informasi tentang pekerjaan yang sedang dianalisis didapat. Tentunya tidak sembarang orang dapat melakukan analisis jabatan. Hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukan analisis ini.

Di antara orang-orang tersebut adalah analis jabatan, observer yang terlatih, atasan langsung, dan pemegang jabatan tersebut. Analisis jabatan dapat dilakukan dengan melakukan salah satu di antara cara berikut ini.

Teknik-Teknik Analisis Jabatan

Terdapat banyak sekali teknik-teknik yang dikembangkan untuk mengukur sebuah jabatan. Berikut ini adalah teknik-teknik yang digunakan untuk mengukur sebuah jabatan.

1. Job Component Inventory

Teknik ini dikembangkan pertama kali di Inggris. Awalnya, teknik ini dikembangkan untuk mengukur dan mengetahui kesesuaian antara pekerjaan yang sedang dianalisis dengan karakteristik pekerja. Komponen-komponen yang diukur pada teknik ini adalah penggunaan alat bantu dan peralatan, kemampuan fisik yang dibutuhkan, penggunaan matematika, penggunaan komunikasi, dan pengambilan keputusan serta tanggung jawab.

2. Functional Job Analysis

Teknik analisis ini dikembangkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS. Inti dari teknik ini adalah mengukur kompleksitas suatu pekerjaan berdasarkan karakteristik yang telah diteliti. Kompleksitas tersebut mencerminkan tiga hal, yakni data atau informasi, manusia, bisa rekan kerja, bawahan, maupun atasan, dan benda, termasuk mesin dan alat bantu.

3. Position Analysis Questionnaire

Teknik ini dipercaya dapat digunakan untuk menganalisis semua jenis jabatan. Hasil yang dikeluarkan berupa profil jabatan dan karakteristik atribut karyawan yang dibutuhkan. Kuesioner yang dibagikan terdiri dari informasi-informasi, di antaranya masukan informasi, proses mediasi, hasil pekerjaan, aktivitas interpersonal, lingkungan kerja, dan aspek lainnya, seperti jadwal kerja.

4. Task Invetories

Teknik ini menggambarkan uraian pekerjaan yang harus dilakukan dalam melakukan suatu pekerjaan. Dimensi yang diukur pada teknik ini adalah jumlah waktu yang digunakan, aspek kritis dalam melakukan pekerjaan, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan dari pekerjaan tersebut.

Teori Psikologi dalam Memahami Perilaku Kerja

Di dalam psikologi, ada teori Skinner. Teori Skinner disebut juga teori tingkah laku radikal ( radical behaviorism) Teori ini mengenai stimulus-respon, yang mempercayai bahwa setiap tingkah laku itu dapat diamati, dan didasari oleh respon positif atau negatif yang diterima.

Respon positif berarti akan mendapatkan hadiah, sebaliknya, respon negatif menandakan akan mendapatkan hukuman. Skinner yakin bahwa manusia akan berusaha untuk mendapatkan respon positif atau hadiah dari apa yang dilakukannya.

Baik Skinner maupun Watson mempunyai pandangan yang sama, bahwa setiap tingkah laku manusia dapat diamati dengan menggunakan metode ilmiah. Tapi Watson tidak setuju kalau inner feeling (perasaan) dapat diamati.Menurut Watson, perasaan dapat diperoleh melalui proses pembelajaran, sama seperti halnya keterampilan lainnya.

Teori behaviorism atau tingkah laku ini sangat berpengaruh. Sehingga banyak ahli lain, seperti Edward C. Tolman, dan Clark L. Hull turut memformulasikan teori-teori mereka sendiri yang didapat dari hasil pengamatan di laboratorium, bukan melalui observasi introspeksi. Teori ini turut memunculkan berbagai teori belajar lain yang berkaitan dengan metode pembelajaran pada manusia maupun hewan.

Menurut Taylor, suatu pekerjaan bisa dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan. Taylor juga mengungkapkan bahwa dengan melakukan pembagian kerja atau peran yang ada dalam pekerjaan, produktivitas suatu pekerjaan akan semakin baik. Karena itu, penting bagi seorang perancang atau manajer untuk merancang pekerjaan sedemikian rupa agar dapat mencapai hasil yang optimal.

Pendekatan Humanistik dan Sosial dalam Dunia Kerja

Buah karya yang dihasilkan oleh Taylor menjadikan seorang pekerja seperti robot. Pekerja diminta untuk dapat produktif melalui desain pekerjaan yang telah dirancang sebelumnya. Pekerja biasanya dikelompokkan berdasarkan jenis tugas yang mereka lakukan. Sebagai contoh, seseorang bisa saja sepanjang hidupnya hanya menjalankan tugas sebagai pengebor. Ia diberi target yang harus dicapai, tanpa memedulikan bagaimana caranya. Kondisi semacam ini kadang membuat pekerja diperlakukan tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaannya.

Antara tahun 1927 hingga 1932, sebuah riset dilakukan di perusahaan elektronik Western Electric Company yang berlokasi di Hawthorne Plant, Cicero, Illinois. Penelitian tersebut dipimpin oleh Prof. Elton Mayo bersama timnya, yakni F.J. Roethlisberger dan William J. Dickson dari Harvard Business School.

Dalam penelitian tersebut terkuak bahwa sesungguhnya pekerja membutuhkan interaksi sosial dan mempunyai kebutuhan akan motivasi ketika sedang bekerja. Mayo dan timnya mengungkapkan sisi lain dari sebuah pekerjaan.

Aspek-aspek seperti terbentuk norma atau aturan dalam sebuah kelompok kerja, adanya motivasi, kebutuhan pekerja untuk bersosialisasi atau berinteraksi sesama pekerja terungkap dalam penelitian ini.

Secara garis besar, hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bakat atau potensi kecerdasan seorang pekerja bukan merupakan perkiraan yang baik dari performansi seorang pekerja.
Bakat atau potensi memengaruhi gerak mental atau fisik yang dimiliki oleh seorang pekerja. Namun demikian, kedua hal tersebut tidak memengaruhi secara signifikan terhadap performansi kerja jika memang faktor-faktor pada sistem sosial yang ada tidak mendukung adanya performansi yang baik.

2. Keberadaan organisasi tidak formal di antara kelompok pekerja turut berperan dalam meningkatkan produktivitas kerja.
Hubungan antarpekerja ternyata dapat mempengaruhi produktivitas. Oleh karena itu, seorang manajer harus mendisain pekerjaan sedemikian sehingga interaksi sosial tidak dibatasi. Supervisor yang mampu menjalin hubungan harmonis dengan stafnya dapat memberikan dampak langsung terhadap peningkatan produktivitas.

3. Norma atau aturan yang ada dalam kelompok kerja memengaruhi produktivitas. Secara alami, kelompok kerja akan membentuk aturan-aturan penting yang berlaku di dalam lingkungan internal mereka. Oleh karena itu, manajemen perlu mengenali aturan atau norma yang terjalin dalam kelompok tersebut.

4. Tempat kerja ialah suatu sosiosistem atau sistem sosial. Kelompok kerja tersebut membentuk sebuah sistem sosial. Sebagai sebuah sistem, kelompok kerja mempunyai bagian-bagian yang saling berkegantungan.

Strategi Peningkatan Kinerja Melalui Pelatihan dan Evaluasi

Karena pada masa itu penelitian ini tergolong inovatif, maka studi tersebut membuka wawasan baru terkait aspek lain dari dunia kerja. Temuan ini kemudian dikenal dengan istilah Hawthorne Effect. Di sisi lain, kapasitas intelektual tetap menjadi salah satu modal utama dalam meraih tujuan atau target yang ditetapkan, khususnya dalam konteks perusahaan. Namun, kemampuan intelektual saja tidak cukup karena setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungan baru yang ditempatinya. Dengan kata lain, learning by doing akan lebih efektif dari sekadar berteori.

Dengan melakukan serangkaian tahap pelatihan, seorang karyawan akan memiliki tingkat pemahaman yang lebih nyata. Dan dengan pemahaman tersebut, ia kan mampu bekerja optimal. Ia akan mampu menciptakan sistem kerja strategis, dapat bekerja sama secara solid, memiliki semangat kerja tinggi, dan dapat memberikan hasil maksimal terhadap perusahaan.

Pelatihan biasanya diisi dengan simulasi-simulasi tertentu untuk meningkatkan daya berpikir karyawan terhadap situasi atau masalah yang tengah dihadapi. Proses simulasi biasanya melibatkan banyak orang. Dengan demikian, hasil yang dapat diperoleh dari simulasi adalah terbentuknya rasa kebersamaan, keterbukaan, serta toleransi antarindividu yang terlibat.

Jadi, dalam sebuah manajemen karyawan, harus diperhatikan dalam penentuan sebuah jabatan kepada seseorang. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh para pimpinan dalam memilih karyawan yang mempunyai kinerja yang baik.

Demikian informasi mengenai manajemen karyawan. Semoga informasi tersebut bermanfaat bagi Anda yang mempunyai sebuah karyawan atau Anda sebagai karyawan. Selamat mencoba.

Exit mobile version