You are here:

Kisah Pernikahan Ibnu Abi Wada’ah Dengan Putri Said Bin Al-Musayyib

Kisah Pernikahan Ibnu Abi Wada’ah Dengan Putri Said Bin Al-Musayyib

Said bin al-Musayyib disebut oleh sebagian Ulama sebagai Tabi’in yang paling utama dalam keilmuan. Beliau adalah murid dari sekian banyak Sahabat Nabi. Bahkan, istri beliau adalah putri Abu Hurairah. Ya, Said bin al-Musayyib adalah menantu Abu Hurairah.

Beliau termasuk salah satu dari 7 fuqaha’ (ahli fiqh) Madinah yang telah memiliki kelayakan berfatwa. Bahkan, rekomendasi kelayakan berfatwa itu berasal dari Sahabat Nabi. Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu menyatakan:

هُوَ وَاللهِ أَحَدُ الْمُفْتِيْن

Dia (Said bin al-Musayyib) demi Allah adalah salah satu orang yang layak berfatwa (Siyaar A’laamin Nubalaa’)

Bahkan Ibnu Umar juga dikabarkan pernah bertanya kepada Said bin al-Musayyib tentang kebijakan yang pernah diputuskan Umar. Malik menyatakan:

وَبَلَغَنِي أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يُرْسِلُ إِلَى سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ يَسْأَلُهُ عَنْ قَضَايَا عُمَرَ وَأَحْكَامُهُ

Dan telah sampai berita kepadaku bahwasanya Ibnu Umar mengirim surat pada Said bin al-Musayyib bertanya tentang kebijakan dan hukum yang diputuskan Umar (al-Bidayah wan Nihaayah (9/118)).

Khalifah pada waktu itu, yaitu Abdul Malik bin Marwan sangat ingin menikahkan putranya, al-Walid dengan putri Said bin al-Musayyib. Namun Said menolaknya. Beliau justru menikahkan putrinya tersebut dengan seorang penuntut ilmu miskin, Ibnu Abi Wadaa’ah yang sering duduk mengikuti kajian ilmu di majelis Said, dengan mahar hanya 2 atau 3 dirham saja. Bahkan, Said menikahkan putrinya saat Ibnu Abi Wadaa’ah menjadi duda yang baru saja ditinggal mati istrinya.

Said bin al-Musayyib yang lebih memilih menikahkan putrinya dengan lelaki miskin dan berstatus duda tersebut tentu bukan tanpa alasan. Berdasarkan dari sebuah ungkapan yang disampaikan oleh Said bin al-Musayyib kepada salah seorang yang mempertanyakan atas tersebut “Bagaimana pandanganmu bila misalnya dia (sang putri) pindah ke istana Bani Umayyah lalu bergelimang di antara ranjang dan perabotannya? Para pembantu dan dayang mengelilingi di sisi kanan dan kirinya dan dia mendapati dirinya sebagai istri sang khalifah. Bagaimana kira-kira keteguhan agamanya nanti?” 

Pelajaran Berharga dari Kisah yang Disampaikan Ibnu Abi Wadaa’ah

Dari keputusan dan ungkapan yang telah diputuskan oleh Said bin al-Musayyib tersebut dapat dipetik sebuah pelajaran yang bermanfaat yang salah satunya yaitu

Tidak Tergila dengan Harta

Sudah sewajarnya sebagai umat muslim yang taat mengutamakan ibadah dibandingkan dengan harta. Seperti yang telah diputuskan oleh Said bin al-Musayyib bahwa beliau lebih baik menikahkan puntrinya laki laki yang berstatus duda dan miskin namun memiliki akhlak yang baik dari segi agama.

Kebaikan dan Akhlak Lebih Utama

Parameter utama dalam mencarikan suami bagi putri kita adalah kebaikan Dien dan akhlaknya. Terlebih lagi seseorang penuntut ilmu yang sering hadir di majelis ilmu.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai akhlak dan agamanya, nikahkanlah dia. Jika tidak demikian, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, sesuai lafadz Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, dihasankan Syaikh al-Albaniy)

Proses Akad yang Mudah

Kita perlu belajar dari apa yang telah dilakukan oleh Said bin al-Musayyib saat menikahkan putrinya. Cukup wali menikahkan dengan melakukan akad terhadap pengantin pria dengan mahar yang sederhana, dua dirham saja. Pada saat akad nikah tersebut, pengantin wanita tidak harus dihadirkan. Sebagian referensi menyebutkan bahwa Said memanggil orang-orang yang ada di masjid sebagai saksi. Wallaahu A’lam.

Tidak Mencampuri Urusan Rumah Tangga

Setelah menyerahkan putrinya kepada sang suami, Said bin al-Musayyib tidak lagi mencampuri urusan putrinya dalam berumah tangga. Kurang lebih selama sebulan, mereka tidak pernah mendatangi Said, dan Said juga tidak pernah menjenguk mereka. Setelah bertemu, Said pun tidak mempertanyakan banyak hal terkait putrinya dan bahkan Said mempersilakan, jika suatu saat diperlukan, “gunakanlah tongkat”. Tentunya dengan ketentuan yang tidak melanggar syariat. Tidak cukup sampai di situ, Said juga mengirimkan dana bantuan sejumlah 20 ribu dirham untuk membantu keperluan mereka. Itu menunjukkan bahwa beliau adalah seorang ayah sekaligus mertua yang baik.

Dalam rangka menciptakan dampak nyata untuk dakwah dan Al Quran, kami mengajak saudara semua yang ingin belajar dan mendalami Al Quran untuk bergabung bersama kami dalam kelas Tahsin.