You are here:

Panti Asuhan Bina Siwi, Inspirasi Hidup Tiada Henti

Beberapa waktu lalu, Hijabers World mendapat sebuah kesempatan untuk ikut  serta dalam rombongan dari LAZIS Masjid Diponegoro Balai Kota  Yogyakarta bersama beberapa jamaah masjid ke sebuah Panti Asuhan di daerah Bantul.

Anak-Anak Panti Menerima Amplod Dari Pengurus Masjid Diponegoro Yogyakarta

Tentunya banyak Panti Asuhan di Kota Yogyakarta dan sekitarnya tapi pertanyaannya adalah kenapa LAZIS MPD malah jauh-jauh ke sebuah desa di Bantul untuk mengunjungi Panti Asuhan tersebut? Mengapa tidak memililih Panti Asuhan yang lebih dekat saja?

Namanya Panti Asuhan Bina Siwi. Beralamat di Komplek Balai Desa Sendangsari Pajangan Bantul Yogyakarta. Panti Asuhan swasta ini merupakan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) milik masyarakat setempat yang berada di bawah naungan Yayasan Ngudiharjo. Yayasan mendapat izin dari Dinas Sosial berdasarkan Akta Notaris No.003 pada tanggal 14 Desember 1999. Selain membina Panti Asuhan Bina Siwi, yayasan yang sebenarnya mulai beroperasi sejak tahun 1993 ini juga mengelola SLB dan Pelayanan Orang Jompo serta Lansia.

Dilihat dari sejarahnya, Panti Asuhan Bina Siwi muncul atas keprihatinan beberapa alumni Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Yogyakarta yang setelah tamat kuliah menemukan beberapa anak terlantar. Dari keadaan tersebut muncullah inisiatif untuk memperhatikan mereka secara khusus agar tidak malu dengan keterbatasan mereka dan bisa hidup layaknya manusia normal lainnya di tengah masyarakat.

“Begitu selesai kuliah, kami melihat di kecamatan kami banyak anak terlantar, difabel dan belum bersekolah. Tidak tertangani. Kemudian oleh orang tua dan masyarakat pun dikucilkan. Tidak boleh bergaul dan kadang merasa malu sehingga mereka disembunyikan. Mereka terlantar. Dari hal tersebut kami dari basic PLB (Pendidikan Luar Biasa) melihat di lapangan kok seperti itu. Kami ingin mengangkat anak-anak tersebut. Kami datangi anak-anak dan jelaskan pada orang tuanya bahwa anak berhak mengenyam pelayanan pendidikan,” Bu Yanti, salah satu pendamping menceritakan awal terbentuknya Panti Asuhan Bina Siwi.

Bertahan dalam Keterbatasan

“Syukuri apa yang ada.
Hidup adalah anugerah.
Tetap jalani hidup ini.
Memberikan yang terbaik.”

(Kutipan lagu Jangan Menyerah, dipopulerkan oleh d’Masiv)

Lantunan lagu d’Masiv dengan iringan musik band serta rebana membuat semua pengunjung takjub. Beberapa di antaranya tampak berjoget ria saking menikmati suasana. Musik yang dibawakan dengan penuh semangat seolah-olah suasana terasa tidak berada di sebuah Panti Asuhan tapi seperti di sebuah pertunjukan atau konser di ruang publik.

Ini tidak seperti grup band biasa tapi vokalis dan anggotanya mayoritas mereka yang memiliki keterbatasan. Merekalah anak-anak Panti Asuhan Bina Siwi yang luar biasa. Sepertinya lagu itu mewakili perasaan dan pemikiran mereka tentang hidup yang saat ini mereka jalani. Meskipun mereka memiliki keterbatasan tapi mereka tetap mensyukuri apa yang dianugerahkan Tuhan dan tak pernah menyerah berjuang untuk memberikan yang terbaik.

Anak-Anak Panti Bernyanyi Bersama.Photo : HijabersWorld/Fitria Zelfis

Panti ini dihuni oleh sekitar 35 anak yang merupakan campuran dari tuna netra, tuna rungu wicara, tuna daksa, tuna grahita dan anak autis. Mereka mayoritas berasal dari berbagai daerah di sekitar Jawa Tengah seperti Pajangan, Sewon, Pleret, Semarang, Magelang, Sleman, Gondolayu, Wonosobo dan sebagainya. Pada awalnya hanya beberapa anak. Kemudian terus bertambah dari waktu ke waktu.

Jika mereka yang memiliki anggota tubuh yang berfungsi normal pernah mengalami kesulitan hidup. Tak diragukan lagi, mereka yang sebagian anggota tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya tentu akan lebih merasa sulit lagi bertahan hidup. Selain itu, kekurangan tubuh seringkali menimbulkan perasaan inferior. Untuk melawan perasaan ini saja tidaklah mudah. Apalagi kalau mendapat perlakukan yang kurang bersahabat dari lingkungan.

“Belum semua masyarakat bisa menerima anak-anak kami. Dianggap sebelah mata, dianggap tidak bisa apa-apa. Kami tidak bisa memaksa masyarakat menerima kami. Anak-anak yang sangat terbatas ini kami berdayakan semaksimal mungkin. Bisa melakukan sesuatu dan masyarakat bisa melihat anak-anak difabel bisa dan menilai bisa”, tutur Bu Yanti, di Panti Asuhan Bina Siwi pada tanggal 12 /7/2015 lalu.

Secara bertahap anak-anak panti bisa melewati masa-masa seperti itu dengan baik melalui bimbingan dari para pengasuh. Citra diri positif mereka terbangun secara perlahan seiring dengan proses belajar dan berjuang hidup.

Salah seorang anak panti ada yang kedua tangannya tidak berfungsi sehingga tidak bisa memegang sebuah benda. Begitu pun makan harus disuapi dan apa-apa yang memerlukan tangan harus bergantung dengan orang lain.

“ Tidak apa-apa tidak bisa pakai tangan. Kan Allah masih menganugerahi ada 2 kaki”, kata anak tersebut sebagaimana yang ditirukan oleh Bu Yanti dalam kata sambutannya.

Setelah dibimbing akhirnya anak ini bisa mandiri dan menemukan konsep dirinya. Sudah bisa makan menggunakan sendok dengan memanfaatkan kakinya. Jika orang tangannya yang memegang sendok makan, anak ini kakinya yang memegang sendok ketika akan makan.
Sebuah usaha dan rasa syukur yang tiada terkira ada dalam jiwa anak ini dan anak-anak yang lainnya.

Sepanjang percakapan ditemukan bahwa misi utama dari Panti Asuhan ini adalah membina diri dan menemukan celah potensi anak-anak yang memiliki keterbatasan. Dengan ini anak-anak diharapkan bisa mandiri, percaya diri dan tetap melanjutkan hidup sebagaimana mestinya.
Sungguh, siapa saja bisa menemukan sebuah energi di Panti Asuhan ini.

Di sebuah banner yang dipasang di salah satu bagian depan panti dituliskan beberapa prinsip seperti mulailah berkarya daripada tidak berbuat apapun, keterbatasan bukanlah halangan untuk berkarya, menanam benih kebaikan dan menuai kebahagiaan dalam kebersamaan, keterbatasan tidak berarti penderitaan, beratnya beban menjadi ringan dengan kebersamaan, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan., menutup mata ibarat membuang kesempatan, tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah dan membahagiakan orang lain ibarat membahagiakan diri sendiri. Sepertinya ini dimaksudkan untuk penyemangat dan pengingat bagi anak-anak tersebut.

Biasanya penghuni Panti Asuhan seragam. Maksudnya berasal dari salah satu jenis kelompok seperti tuna netra saja. Akan tetapi, Panti Asuhan Bina Siwi menampung berbagai jenis anak difabel bahkan ada yang sudah masuk kategori idiot. Mengasuh anak yang keterbatasannya seragam walau tidak mudah tapi bimbingan yang diberikan seragam sehingga lebih ringan.

Berbeda dalam menghadapi anak dengan berbagai keterbatasan. Tentunya masing-masing anak memerlukan bimbingan khusus yang jauh lebih sulit. Dalam waktu yang hampir bersamaan mereka mengasuh anak tuna rungu wicara, tuna daksa, tuna greta dan anak autis. Kesabaran memang kuncinya. Inilah modal utama yang dimiliki 8 pengasuh Panti Asuhan Bina Siwi.

Selain harus lebih sabar menghadapi anak-anak,  para pengurus dan pembimbing juga dituntut untuk aktif dalam mencari sumber pemasukan agar terus bisa menafkahi anak-anak tersebut. Anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan Bina Siwi mayoritas berasal dari keluarga dengan ekonomi di bawah rata-rata.

Kreativitas Yang Tidak Mati

Lokasi Panti Asuhan yang jauh dari kota menjadi salah satu hambatan untuk menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Panti juga tidak bisa bergantung dengan subsidi dari pemerintah. Mau tidak mau pengurus panti memang harus memutar otak agar tetap bisa bertahan. Salah satu usaha yang mereka jalankan adalah memproduksi barang-barang handmade seperti kipas, asesoris, batik, boneka, tas, bunga dan sebagainya.

Kerajinan produksi anak panti. Photo : HijabersWorld/Fitria Zelfis

Penghasilan dari kerajinan yang mereka pasarkan kadang juga belum tentu mencukupi seluruh kebutuhan. Pihak Panti Asuhan dituntut bekerja keras agar bisa menafkahi anak-anak tersebut secara layak. Dalam operasionalnya, Panti Asuhan ini lebih banyak membiayai kebutuhan dan keperluan dengan cara mandiri.

“Untuk operasional bersifat mandiri. Pokoknya apa yang bisa kami lakukan, kami lakukan. Kami tidak mau bergantung dengan orang lain. Intinya bagaimana anak-anak ini kami tangani. Bisa makan 3 kali sehari. Pas kami jual (kerajinan) menghasilkan laba dan itu yang kami jadikan beli beras dan sayur,” imbuh Bu Yanti.

Hebatnya, di tengah keterbatasan fisik dan finansial, kreativitas mereka tidak pernah terpasung. Mereka memegang prinsip menghasilkan bersama dengan mengandalkan teamwork. Masing-masing anak berkontribusi sesuai dengan kemampuannya. Satu kipas yang mudah dan sederhana yang bisa dirangkai oleh satu orang normal, mereka mengerjakannya bersama. Dengan saling melengkapi dan gotong royong mereka menemukan kekuatan.

Seperti lidi kecil yang mungkin dipandang lemah tapi ketika diikat memiliki sebuah kekuatan dan berguna secara luas. Begitulah, Allah selalu punya rahasia pada setiap penciptaan hambaNya. Semuanya diuji hanya jenis dan kadarnya yang berbeda. Bagaimana bisa ikhlas menerima ujian dan bertahan, itulah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya.

Tak hanya dalam kerajinan tangan, para pengurus Panti Asuhan juga berusaha menyalurkan bakat anak-anak dalam  seni musik. Jangan kaget kalau penampilan mereka tidak kalah hebat dengan grup band yang pemainnya orang-orang dengan angggota dan fungsi tubuh yang normal. Bahkan mereka pernah diundang menampilkan karya mereka di UNY sebagai motivator dalam rangka Ospek Mahasiswa Baru.

Semangat hidup mereka benar-benar luar biasa.

Mereka dianggap kurang beruntung tapi mereka pantang untuk bergantung,
Masa depan mereka dianggap kurang cerah tapi mereka tidak ada niat untuk menyerah,
Sebagian mereka tidak punya keluarga tapi cinta dan kepedulian membuat mereka merasa berharga,
Mereka berasal dari ekonomi di bawah rata-rata tapi semangat hidup mereka tiada tara,
Mereka mengalami keterbatasan fisik tapi kreativitas mereka tidak pernah berhenti,

Banyak yang tidak mereka punya tapi kasih sayang dari sesama dan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa membuat hidup mereka seperti sempurna.

***
Sebuah kesempatan yang berharga Hijabers World bisa berkunjung ke sana. Bagi pembaca yang memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap masalah sosial, Panti Asuhan ini wajib untuk dikunjungi.

Begitu pun bagi sahabat yang merasa tidak beruntung, berkunjunglah ke tempat ini niscaya akan menemukan sebuah inspirasi hidup kembali. Berkumpul dengan mereka mungkin bisa membantu dalam menemukan semangat hidup dan rasa syukur yang hilang.[

 

  • Jika Kamu suka dengan artikel ini, silahkan share melalui Media Sosial kamu.
  • Jika Kamu ingin berdonasi untuk Anak Yatim dan Dhuafa, Silahkan Klik Disini.