You are here:

Tuhan, Ajari Aku Cara Menghapus Kenangan

“KITA adalah cerita. Yang entah dihentikan kenangan atau kematian. Kucoba nikmati malam dengan kehilangan. Ketika selamat tinggal datang tanpa ucapan. Saat itu pula aku mencoba melupakan.” [*]

Ajari aku cara menghapus kenangan. Lelah sudah batin ini terhimpit dukacita yang menjelmakanku sebagai pesakitan. Kecintaan pada seseorang memang tiada boleh melebihi kecintaan pada Tuhan. Hanya saja perjalanan masa lalu sukar dilupakan. Kebersamaan dengannya begitu lekat dalam ingatan.

Ada perih yang menjantung di dada saat jiwa belum diberi kesanggupan ikhlas atas sebuah kepergian. Dahulu kupikir, jarak terjauh dua pecinta bukanlah ketiadaan seseorang dalam diri kita, tetapi kesanggupan kita yang kurang untuk menyematkannya dalam doa lisan dan perbuatan. Akan tetapi ternyata aku salah. Sekuat apapun kuhimpun dirimu dalam keagungan doa berbalut firman, pada akhirnya kita terpisah oleh sebuah keadaan.

Hari ini dirimu duduk bersanding di pelaminan. Aku sengaja datang meski tiada kau hantar sepucuk undangan. Padahal sempat terpikir, kurang apa diriku berkorban perasaan. Dirimu kerap meramu keberangkatan, namun masih saja aku bersetia dalam penantian. Katamu, kepergian adalah cara yang disediakan Tuhan untuk memahamkan arti sebuah kerinduan. Atas dasar itu pula saban waktu segala doa kebaikan atasmu selalu saja aku curahkan, dengan harap suatu ketika menyatukan kita dalam pernikahan.

Pada akhirnya, setelah sekian waktu larut dalam sebentuk renungan. Tersadar, “Kepergian seseorang mungkin karena Tuhan cemburu pada kita karena Dia merasa diduakan [**]” Memang kuakui, terlalu sibuk aku berharap pada manusia, hingga lupa pengabul harapan terbaik hanyalah Tuhan. Namamu lebih kuutamakan bergema dalam sujud daripada orang tuaku sendiri yang harusnya lebih patut kumuliakan. Bukankah tindakan demikian jelas salah satu bentuk kedurhakaan.

Lain daripada itu, sebelum menyebut untai namamu karena kasmaran. Harusnya lebih bijaksana mendahulukan nama-Nya sebagai wujud kecintaan. Sayangnya baik orang tua maupun Tuhan sama-sama tak kuhiraukan. Kini sampailah padaku sebuah teguran, lain waktu jangan sampai perihal birahi asmara membuatku hilang kesadaran. Dengan memohon segala ampunan, kuhatur harap dengan sedalam-dalamnya perasaan, “Tuhan, ajari aku cara menghapus kenangan. Agar hatiku kembali menemu kedamaian dalam merengkuh ikhtiar menyempurnakan separuh agama seperti yang Engkau perkenankan.” []

Arief Siddiq Razaan, 14 Februari 2016
[*] Kutipan puisi berjudul “Mencoba Melupa” dalam buku “Destinasi Rindu,” karya Rara Ayu yang selalu kubaca tiada bosan.
[**] Kutipan mutiara kata Annuy Archie yang mencerahkan.

 

  • Jika Kamu suka dengan artikel ini, silahkan share melalui Media Sosial kamu.
  • Jika Kamu ingin berdonasi untuk Anak Yatim dan Dhuafa, Silahkan Klik Disini.