You are here:

Tiga Karakter Dalam Tari Topeng Jawa Barat

tari topeng jawa barat

Tiga Karakter Dalam Tari Topeng Jawa Barat

Kesenian menjadi salah satu model atau media dakwah agama Islam terutama pada masa Wali Songo. Kesenian wayang kulit yang diperkenalkan Sunan Kalijogo, gamelan dan suluk oleh Sunan Bonang, demikian pula dengan Sunan Gunung Jati yang memperkenalkan kesenian Tari Topeng Jawa Barat

Kesenian tari topeng pada saat itu menjadi salah upaya diplomasi untuk menaklukan seorang penguasa. Tari topeng menjadi atraksi kesenian khas Jawa Barat terutama untuk daerah Cirebon, Majalengka, Indramayu, Losari, Jatibarang sampai ke Brebes di Jawa Tengah.

Dinamakan kesenian tari topeng karena selama berlangsungnya atraksi ini, seorang penari senantiasa mengenakan topeng.

Tentu saja dalam perkembangannya, kesenian ini tidak bisa terhindari dari saling pengaruh dan modifikasi untuk beragam tujuan. Seniman tari Jawa Barat terkenal, Nugraha Soeradiredja, dianggap sebagai seorang tokoh yang selama ini banyak memoles tarian topeng sehingga lebih kompleks dalam setiap pergelarannya.

Seorang penari topeng mengenakan pakaian khas yang didominasi warna kuning, merah dan hijau. Ketiga warna ini mengandung makna tertentu. Sementara pakaiannya terdiri atas kebaya, samping, apok, ampreng dan toka-toka.

Musik pengiring pada kesenian tari topeng ini dimainkan oleh setidaknya sepuluh orang lelaki yang memegang instrument rebab, ketuk, gendang, kulanter, gong, bende untuk mengiringi seorang juru sinden.

Penarinya sendiri bila pada awal diciptakannya, yaitu pada masa Sunan Gunung Jati , hanya ditarikan oleh seorang penari, kini bisa dimainkan oleh beberapa orang perempuan sekaligus.

Di daerah-daerah Priangan, kesenian tari topeng dipergelarkan dalam acara hajatan, mulai dari perkawinan, sunatan, pesta rakyat dan acara resmi pemerintahan. Salah satu langkah yang tepat dan mudah untuk menjaga agar kesenian ini tetap lestari dan tidak tergerus zaman oleh kesenian modern, yaitu memainkan organ tunggal maupun layar tancap.

Asal Tari Topeng Jawa Barat

Pada suatu masa Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Kesultanan Cirebon, mendapat serangan hebat dari kerajaan kecil di Karawang yang dipimpin seorang pangeran bernama Pangeran Welang. Ternyata Pangeran Welang memang bukan sembarang raja dan ksatria, ia seorang sakti mandraguna.

Untuk menghalau serangan Pangeran Welang tidak semudah membalikkan tangan, sekali pun tak memiliki bala tentara yang banyak. Para prajurit Kesultanan Cirebon bisa menghalau serangan bala tentara dari Kerajaan Karawang itu, tetapi tidak dengan Pangeran Welang.

Bahkan konon, Sunan Gunung Jati merasa kesulitan menandingi kesaktiannya. Sekali pun telah mendapat bantuan dari Pangeran Cakrabuana dan Sunan Kalijaga.

Menandingi kesaktian Pangeran Welang dengan kesaktian lagi, hanya akan menghamburkan tenaga dan waktu. Belum lagi korban yang harus menerima penderitaan, baik dari Kesultanan Cirebon maupun dari pihak Pangeran Welang.

Akhirnya Sunan Gunung Jati berdiskusi dengan Sunan Kalijaga agar dicari cara jalan yang lebih halus. Sementara itu seorang mata-mata dari Cirebon memperoleh informasi bahwa kekuatan Pangeran Welang sebenarnya terletak pada pedangnya yang diberi nama Curug Sewu.

Artinya, bila pedang sakti itu dijauhkan dari tangan Pangeran Welang dengan sendirinya akan mengurangi kesaktiannya. Dari hasil diskusi Sunan Gunung Jati akhirnya menemukan jalan, yaitu melalui sebuah pentas seni.

Seni tari adalah yang menjadi pilihan. Tentu segera Sunan Gunung Jati mengatur siasat agar misi kesenian ini pada akhirnya bisa menaklukan kesaktian Pangeran Welang.

Akhirnya terbentuklah kelompok tari dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penari maskotnya. Kecantikan Nyi Mas Gandasari dengan gemulai tariannya, dengan cepat membuat kelompok tari ini terkenal.

Bahkan, akhirnya sampai pula ke telinga Pangeran Welang yang saat itu sedang mempersiapkan bala tentara untuk kembali menyerang Kesultanan Cirebon. Pada serangan pertama seluruh bala tentaranya bisa dipukul mundur prajurit Cirebon.

Setiap menari, Nyi Mas Gandasari senantiasa mengenakan topeng sehingga selalu menarik rasa penasaran penonton. Topeng itu baru dibuka setelah tarian selesai.

Singkat cerita Pangeran Welang jatuh cinta kepada penari topeng, Nyi Mas Gandasari. Pangeran Welang sama sekali tidak pernah mengira bahwa sesungguhnya Nyi Mas Gandasari bukan sembarang penari, melainkan membawa misi menaklukan kesaktian raja dari Karawang itu.

Ketika Pangeran Welang menyampaikan rasa cintanya, gayung bersambut, Nyi Mas Gandasari pun memberi respons positif. Akhirnya saat yang dinanti-nanti terjadi, yaitu Pangeran Welang menyerahkan pedang Curug Sewu sebagai bukti cintanya. Memang tidak salah, setelah diserahkannya pedang sakti tersebut, kesaktian Pangeran Welang dapat dilumpuhkan.

Akhirnya ia menyerah kepada Sunan Gunung Jati dan berjanji untuk menjadi pengikut Sunan Gunung Jati. Setelah penyerahan diri tersebut, Pangeran Welang kemudian berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sekali pun misi penaklukan telah selesai, tetapi kesenian tari topeng tetap dipelihara dan berkembang sampai sekarang.

Esensi Tari Topeng Jawa Barat

Seorang penari topeng akan menggunakan tiga buha topeng yang berganti-ganti sebanyak tiga kali, mulai dari topeng warna putih, kemudian berganti dengan topeng warna biru dan akhirnya mengenakan topeng warna merah sampai akhir pertunjukkan.

Seiring penari topeng berganti warna topeng, irama musik pun berbeda makin lama makin rancak sehingga puncaknya terjadi ketika penari mengenakan topeng berwarna merah.

Tari topeng dimulai dalam formasi membungkuk, kemudian perlahan bergerak maju dan mundur sambil merentangkan tangan, melempar senyum kepada para penonton seiring dengan iringan musik.

Setelah memberi senyum kepada penonton sebagai simbol persahabatan, penari topeng kemudian membelakangi penonton, menggoyang-goyangkan pinggul dan mulai mengenakan topeng berwarna putih.

Dengan mengenakan topeng berwarna putih, penari topeng akan terus menari, mengelilingi panggul, sampai pada satu saat, ia kembali membelakangi penonton dan menggantikan topengnya dengan topeng berwarna biru. Demikian seterusnya sampai ia mengenakan topeng berwarna merah.

Perubahan warna topeng dalam tari topeng merupakan karakter manusia dalam keseharian. Warna putih yang melambangkan lembut dan alim, warna biru melambang lincah dan anggun, kemudian warna merah melambangkan watak berangasan. Tentu saja watak-watak ini bisa menjadi karakter seseorang yang tidak bisa mengelola dan mengendalikan nafsunya.

Seorang yang pada awal lembut dan alim, kemudian ketika memiliki kekuasaan yang dilambangkan dengan lincah dan anggun sebagai karakter ratu, akan berubah menjadi berangasan bila tidak memahami bahwa sesungguhnya jabatan dan harta kekayaan itu hanyalah titipan semata.

Legenda Tari Topeng Jawa Barat

Namanya Mimi Rasinah. Perempuan penari topeng yang menjadi legenda, sebelum akhirnya berpulang ke keabadian pada Agustus 2010 dalam usia 80 tahun. Di masa hidupnya orang akan selalu terkenang dengan gerak tubuh dan tangan yang gemulai bertenaga diiringi suara gendang dan menyayatnya gesekan rebab.

Pada saat-saat tertentu legenda tari topeng Mimi Rasinah ini, selalu terlihat menari tidak saja dengan tangan dan tubuh, tetapi menari dengan hati sehingga senantiasa menampilkan pemandangan mistis. Pada saat menari Mimi Rasinah tak pernah kelihatan tua, tidak seperti umurnya yang sudah uzur.

Sebelum meninggal, Mimi Rasinah masih getol menari. Keluar dari dalam rumah atau turun dari kendaraan selalu dibopong oleh anak atau menantunya, tetapi ketika telah berada di tengah lapang dan musik pengiring diperdengarkan, ia kemudian menari dan lenyap sudah sebenarnya ia sudah tidak bisa berjalan.

Dengan semangat yang luar biasa pula, Mimi Rasinah terus mengajarkan menari kepada anak-anak dan remaja di sanggar tari, agar kesenian topeng peninggalkan Sunan Gunung Jati ini tidak tergerus zaman.

Mimi Rasinah memang telah tiada, tetapi maestro tari topeng itu telah meninggalkan sebuah sanggar tari topeng Mimi Rasinah yang terletak di Desa Pakandangan, Indramayu , Jawa Barat, serta ratusan bahkan mungkin ribuan muridnya yang tersebar di mana.

Mereka inilah yang akan menjadi saksi bagaimana kiprah sang maestro tari topeng ini. Secara fisik sejak tahun 2006 Mimi Rasinah sudah menderita lumpuh, tetapi siapa pun akan menjadi saksi bagaimana ia sampai akhir hayatnya masih tetap menari topeng dan mengajarkanya. Itulah bukti ketulusan dan rasa cinta luar biasa seorang Mimi Rasinah terhadap kesenian tari topeng.

Artikel Terbaru

Program Pilihan