Site icon Sahabat Yatim

Dampak Pemanasan Global Kutub Selatan Mencair

kutub selatan mencair

Dampak Pemanasan Global Kutub Selatan Mencair

Lapisan ozon di kutub selatan semakin menipis. Tak ayal, es di kutub selatan akan semakin mencair karena perubahan iklim yang drastis. Apabila Kutub Selatan mencair , dampaknya tidak hanya dialami perairan di sekitarnya, melainkan seluruh wilayah di bumi.

Dampak yang diterima bukan main-main. Banjir, kekeringan, hingga tsunami bisa melanda kepulauan di bumi. Bahkan, beberapa pulau kecil telah tenggelam karena tingginya air laut.

Benua Australia dan Asia, termasuk Indonesia, dapat mengalami air pasang laut yang tinggi apabila es di kutub selatan mencair. Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global juga dapat berakibat kekeringan. Hal ini juga berimbas terhadap sumber pangan di bumi. Dengan kata lain, mencairnya es di kutub selatan, dan juga kutub utara, berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan.

Sejak 1996, lapisan es di kutub selatan mencair hingga mencapai 75 persen. Hingga tahun 2100 nanti diperkirakan permukaan air laut akan naik dari 80 sentimeter hingga 2 meter. Namun, jumlah ini bisa saja berubah apabila lapisan es mencair lebih cepat dari perkiraan. Kalau sudah begitu, tentu bisa dibayangkan apa yang akan terjadi terhadap kehidupan di bumi ini.

Dampaknya Mulai Terasa di Indonesia

Meskipun belum sepenuhnya mencair, dampaknya sudah dirasakan oleh wilayah-wilayah yang dekat dengan perairan. Tak usah jauh-jauh, misalnya saja Indonesia. Tentunya sudah tidak asing lagi dengan perubahan cuaca belakangan ini. Sebentar panas sebentar hujan. Dua musim sepertinya tidak lagi berlaku mengikuti waktunya.

Di saat seharusnya musim kemarau, hujan masih sering mengguyur. Tapi, kalau panas menjelang, panasnya bisa sangat terasa menyengat. Yang lebih aneh lagi, setelah itu disusul dengan hujan.

Keadaan seperti itu juga menimbulkan dampak terhadap kesehatan. Cuaca dan iklim yang tidak menentu bisa menimbulkan penyakit. Kalau hal ini terus berlangsung, kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi semakin terancam. Mata pencaharian pun bisa terancam.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki nelayan sebagai salah satu mata pencaharian utama. Apabila sering terjadi pasang air laut, nelayan tidak mungkin bisa melaut. Hal ini akan berdampak pada perekonomian. Tempat tinggal mereka pun bisa terancam karena gelombang tsunami rawan terjadi.

Mencairnya es juga terjadi karena kenaikan suhu bumi. Diperkirakan pada 2050, suhu bumi akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2 derajat Celcius. Hal ini dapat mengakibatkan iklim semakin kacau. Apabila suhu bumi terus mengalami kenaikan, hewan-hewan di muka bumi ini terancam punah, terutama hewan-hewan di daerah kutub yang pertama kali mengalami dampaknya.

Dampak yang diberikan akibat pemanasan global sangatlah besar. Tak hanya di satu tempat, melainkan di seluruh wilayah di bumi akan merasakan akibatnya. Kini, kita harus terus menyiasati agar bumi kita masih nyaman. Tindakan mengatasi pemanasan global itu pun bisa dimulai dari diri sendiri.

Mengatasi Global Warming

Kutub selatan mencair tentu saja banyak penyebabnya, salah satunya adalah pencemaran udara. Banyaknya kendaraan bermotor atau asap industri dan rumah tangga, membuat bumi ini menjadi panas.

Selain itu, efek rumah kaca juga dapat menyebabkan pemanasan bumi. Seperti yang kita tahu, sekarang ini banyak sekali bangunan-bangunan yang memakai kaca, bahkan disetiap bangunan selalu ada kacanya.

Untuk itu, perlu adanya tindakan yang dapat mengurangi pemanasan bumi, seperti menanam banyak pohon terutama di daerah perkotaan. Melihat pentingnya hutan kota sebagai paru-paru kota yang dapat membantu menetralisir pencemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, harusnya hutan tersebut minimal seluas 2 hektar.

Akan tetapi, mungkin agak sulit untuk membuat seperti Central Park, New York, yang begitu hijau dan luas dengan semua fasilitas umum bagi pengunjungnya. New York yang merupakan salah satu kota terpadat di dunia saja mempunyai lebih dari seribu taman.

Mengapa kota-kota di Indonesia yang tidak sepadat New York tidak mampu membuat hutan kota atau minimal taman kota yang cukup rindang? Atau mungkinkah setiap sudut kota atau setiap 10 km, ada hutan seluas seperempat hektar saja?

Bukankah pengaruh timbal terhadap otak bayi dan anak-anak sangatlah jahat. Timbal yang keluar dari knalpot kendaraan dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. Paru-paru yang tidak baik juga akan membuat pertumbuhan fisik tidak normal.

Selain itu, akibat dari polusi udara adalah stres yang dirasakan oleh penghuni kota. Stres yang tak terkendali dapat merusak mental dan jiwa. Bila sudah terlalu stres, maka penggunaan narkoba akan merajarela dan tingkat kejahatan pun akan semakin meroket. Berikut ini cara pembuatan hutan kota yang dapat mengurangi pencemaran udara dan pemanasan bumi di kota.

1. Kebun Binatang

Adanya kebun binatang merupakan sebuah anugerah bagi sebuah kota. Andai saja ada sepuluh kebun binatang besar, sedang, dan mini di setiap kota, maka sejuklah kota itu. Kebutuhan hewan akan lingkungan hijau mau tak mau membuat manusia berjuang keras untuk menyediakannya. Tapi mahalnya biaya perawatan hewan yang ada di kebun binatang menjadi kendala tersendiri yang menyebabkan sulitnya membuat kebun binatang di suatu kota.

2. Taman-Taman Perusahaan

Setiap perusahaan besar diwajibkan untuk membuat taman kota yang pada akhirnya dapat dijadikan hutan kota bila ditata rapi. Bila perlu, demi sebuah hutan seluas satu hektar saja, biaya pembuatan dan perawatan ditanggung oleh beberapa perusahaan.

Pohon yang ditanam pun bisa berupa pohon produktif sehingga suatu saat pohonnya dapat ditebang dan uangnya untuk pembelian bibit dan perawatan hutan selanjutnya. Pohon-pohon buah, seperti, mangga, rambutan, jambu air juga bisa ditanam di hutan.

Yang menjadi masalah adalah perawatan hutan kota. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk memelihara fasilitas umum merupakan salah satu hal yang menghambat kemajuan pembangunan di Indonesia.

Hingga ada pameo yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat pembangun, tapi tak mampu memelihara sehingga hasil pembangunan itu sia-sia saja tak mampu mendatangkan kesejahteraan kepada masyarakat itu sendiri.

Program go green yang diusung beberapa tahun ini tidak terlalu dipedulikan. Penanaman seribu pohon untuk mengurangi global warming juga tidak terlalu mendapatkan respon dari masyarakat.

Padahal program tersebut sangat bagus, tapi karena tidak didukung penuh oleh masyarakatnya dan fasilitasnya kurang, maka program tersebut hanya sebagai bahan perbincangan saja. Hanya ada slogan-slogan yang dipampang di depan umum.

Program tersebut digembor-gemborkan, tapi penebangan pohon pun semakin banyak. Penggundulan hutan dan gunung terus meningkat, sedangkan penanaman kembali pohonnya tidak dilakukan.

Gunung yang gundul dibiarkan begitu saja, sehingga menjadi gersang dan tanahnya tandus dan global warming semakin meningkat. Pohon sebagai sumber yang dapat mengurangi global warming malah habis ditebang. Rumah-rumah kaca semakin banyak. Jadi, jangan heran jika keadaan bumi ini semakin hari semakin panas.

Daerah perkotaan yang jarang di tanam pepohonan dan banyaknya rumah kaca, hawanya panas dan tidak sejuk. Berbeda apabila di pedesaan yang keadaan alamnya masih banyak pepohonan dan rumah-rumah kaca masih jarang, hawanya itu sejuk dan segar.

Akan tetapi, di daerah pedesaan saja sekarang sudah mulai terasa sumpek. Populasi manusia yang semakin banyak dan ditambah pembangunan lahan industri di daerah pedesaan, membuat hawa pedesaan mulai tercemar dan tidak sejuk.

Jadi, di mana kita dapat menemukan tempat yang sejuk dan nyaman? Apakah masih ada tempat yang seperti itu di Indonesia? Kalaupun ada, itu hanya ada di beberapa tempat saja.

Kalau bukan kita yang melestarikan sumber daya alam yang ada di negara ini, siapa lagi. Kita yang hidup di negara ini, yang melakukan dan merasakan akibatnya, yaitu kita sendiri. Untuk itu, marilah menjaga kelestarian negara kita ini bersama-sama. Ciptakan kembali negara Indonesia sebagai negara agraris dan terkenal dengan keindahan alamnya.

Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman memang sangat mempengaruhi keadaan sumber daya alam di Indonesia. Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris sudah mulai luntur karena lahan pertaniannya semakin sempit.

Hal tersebut memang harus segera diatasi, bagaimana pun bentuknya. Mulailah dari diri sendiri dengan mencintai lingkungan di sekitar kita. Menanam pohon di depan rumah dan merawatnya, itu sebagai salah satu bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan dan mencegah Kutub Selatan mencair lebih cepat.

Exit mobile version